Jumat, 09 Oktober 2009

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN FRAKTUR

I. PENGERTIAN
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya, terjadi pada tulang tibia dan fibula. Fraktur terjadi jika tulang dikenao stress yang lebih besar dari yang dapat diabsorbsinya. (Brunner & Suddart, 2000)

II. JENIS FRAKTUR
a. Fraktur komplet : patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya mengalami pergeseran.
b. Fraktur tidak komplet: patah hanya pada sebagian dari garis tengah tulang
c. Fraktur tertutup: fraktur tapi tidak menyebabkan robeknya kulit
d. Fraktur terbuka: fraktur dengan luka pada kulit atau membran mukosa sampai ke patahan tulang.
e. Greenstick: fraktur dimana salah satu sisi tulang patah,sedang sisi lainnya membengkak.
f. Transversal: fraktur sepanjang garis tengah tulang
g. Kominutif: fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa frakmen
h. Depresi: fraktur dengan fragmen patahan terdorong ke dalam
i. Kompresi: Fraktur dimana tulang mengalami kompresi (terjadi pada tulang belakang)
j. Patologik: fraktur yang terjadi pada daerah tulang oleh ligamen atau tendo pada daerah perlekatannnya.

III. ETIOLOGI
a. Trauma
b. Gerakan pintir mendadak
c. Kontraksi otot ekstem
d. Keadaan patologis : osteoporosis, neoplasma

IV. PATOFISIOLOGI

Trauma langsung trauma tidak langsung kondisi patologis


FRAKTUR

Diskontinuitas tulang pergeseran frakmen tulang

Perub jaringan sekitar kerusakan frakmen tulang

Pergeseran frag Tlg laserasi kulit: spasme otot tek. Ssm tlg > tinggi dr kapiler

putus vena/arteri peningk tek kapiler reaksi stres klien
deformitas
perdarahan pelepasan histamin melepaskan katekolamin
gg. fungsi
protein plasma hilang memobilisai asam lemak
kehilangan volume cairan
edema bergab dg trombosit

emboli
penekn pem. drh
menyumbat pemb drh
penurunan perfusi jar








V. MANIFESTASI KLINIS
a. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya samapi fragmen tulang diimobilisasi, hematoma, dan edema
b. Deformitas karena adanya pergeseran fragmen tulang yang patah
c. Terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur
d. Krepitasi akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya
e. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit

VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan foto radiologi dari fraktur : menentukan lokasi, luasnya
b. Pemeriksaan jumlah darah lengkap
c. Arteriografi : dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai
d. Kreatinin : trauma otot meningkatkanbeban kreatinin untuk klirens ginjal

VII. PENATALAKSANAAN
a. Reduksi fraktur terbuka atau tertutup : tindakan manipulasi fragmen-fragmen tulang yang patah sedapat mungkin untuk kembali seperti letak semula.
b. Imobilisasi fraktur
Dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna
c. Mempertahankan dan mengembalikan fungsi
 Reduksi dan imobilisasi harus dipertahankan sesuai kebutuhan
 Pemberian analgetik untuk mengerangi nyeri
 Status neurovaskuler (misal: peredarandarah, nyeri, perabaan gerakan) dipantau
 Latihan isometrik dan setting otot diusahakan untuk meminimalakan atrofi disuse dan meningkatkan peredaran darah



VIII. KOMPLIKASI
a. Malunion : tulang patah telah sembuh dalam posisi yang tidak seharusnya.
b. Delayed union : proses penyembuhan yang terus berjlan tetapi dengan kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal.
c. Non union : tulang yang tidak menyambung kembali

IX. PENGKAJIAN
1. Pengkajian primer
- Airway
Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan sekret akibat kelemahan reflek batuk
- Breathing
Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas, timbulnya pernapasan yang sulit dan / atau tak teratur, suara nafas terdengar ronchi /aspirasi
- Circulation
TD dapat normal atau meningkat , hipotensi terjadi pada tahap lanjut, takikardi, bunyi jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan membran mukosa pucat, dingin, sianosis pada tahap lanjut
2. Pengkajian sekunder
a.Aktivitas/istirahat
 kehilangan fungsi pada bagian yangterkena
 Keterbatasan mobilitas
b. Sirkulasi
 Hipertensi ( kadang terlihat sebagai respon nyeri/ansietas)
 Hipotensi ( respon terhadap kehilangan darah)
 Tachikardi
 Penurunan nadi pada bagiian distal yang cidera
 Cailary refil melambat
 Pucat pada bagian yang terkena
 Masa hematoma pada sisi cedera
c. Neurosensori
 Kesemutan
 Deformitas, krepitasi, pemendekan
 kelemahan
d. Kenyamanan
 nyeri tiba-tiba saat cidera
 spasme/ kram otot
e. Keamanan
 laserasi kulit
 perdarahan
 perubahan warna
 pembengkakan local

X. DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN INTERVENSI
1. Kerusakan mobilitas fisik b.d cedera jaringan sekitasr fraktur, kerusakan rangka neuromuskuler
Tujuan : kerusakn mobilitas fisik dapat berkurang setelah dilakukan tindakan keperaawatan
Kriteria hasil:
 Meningkatkan mobilitas pada tingkat paling tinggi yang mungkin
 Mempertahankan posisi fungsinal
 Meningkaatkan kekuatan /fungsi yang sakit
 Menunjukkan tehnik mampu melakukan aktivitas
Intervensi:
a. Pertahankan tirah baring dalam posisi yang diprogramkan
b. Tinggikan ekstrimutas yang sakit
c. Instruksikan klien/bantu dalam latian rentanng gerak pada ekstrimitas yang sakit dan tak sakit
d. Beri penyangga pada ekstrimit yang sakit diatas dandibawah fraktur ketika bergerak
e. Jelaskan pandangan dan keterbatasan dalam aktivitas
f. Berikan dorongan ada pasien untuk melakukan AKS dalam lngkup keterbatasan dan beri bantuan sesuai kebutuhan’Awasi teanan daraaah, nadi dengan melakukan aktivitas
g. Ubah psisi secara periodik
h. Kolabirasi fisioterai/okuasi terapi
2. Nyeri b.d spasme tot , pergeseran fragmen tulang
Tujuan ; nyeri berkurang setelah dilakukan tindakan perawatan
Kriteria hasil:
 Klien menyatajkan nyei berkurang
 Tampak rileks, mampu berpartisipasi dalam aktivitas/tidur/istirahat dengan tepat
 Tekanan darahnormal
 Tidak ada eningkatan nadi dan RR
Intervensi:
a. Kaji ulang lokasi, intensitas dan tpe nyeri
b. Pertahankan imobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring
c. Berikan lingkungan yang tenang dan berikan dorongan untuk melakukan aktivitas hiburan
d. Ganti posisi dengan bantuan bila ditoleransi
e. Jelaskanprosedu sebelum memulai
f. Akukan danawasi latihan rentang gerak pasif/aktif
g. Drong menggunakan tehnik manajemen stress, contoh : relasksasi, latihan nafas dalam, imajinasi visualisasi, sentuhan
h. Observasi tanda-tanda vital
i. Kolaborasi : pemberian analgetik
3. Kerusakan integritas jaringan b.d fraktur terbuka , bedah perbaikan
Tujuan: kerusakan integritas jaringan dapat diatasi setelah tindakan perawatan
Kriteria hasil:
 Penyembuhan luka sesuai waktu
 Tidak ada laserasi, integritas kulit baik
Intervensi:
a. Kaji ulang integritas luka dan observasi terhadap tanda infeksi atau drainae
b. Monitor suhu tubuh
c. Lakukan perawatan kulit, dengan sering pada patah tulang yang menonjol
d. Lakukan alihposisi dengan sering, pertahankan kesejajaran tubuh
e. Pertahankan sprei tempat tidur tetap kering dan bebas kerutan
f. Masage kulit ssekitar akhir gips dengan alkohol
g. Gunakan tenaat tidur busa atau kasur udara sesuai indikasi
h. Kolaborasi emberian antibiotik.


DAFTAR PUSTAKA
1. Tucker,Susan Martin (1993). Standar Perawatan Pasien, Edisi V, Vol 3. Jakarta. EGC
2. Donges Marilynn, E. (1993). Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, Jakarta. EGC
3. Smeltzer Suzanne, C (1997). Buku Ajar Medikal Bedah, Brunner & Suddart. Edisi 8. Vol 3. Jakarta. EGC
4. Price Sylvia, A (1994), Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jilid 2 . Edisi 4. Jakarta. EGC

ASKEP PADA KLIEN DENGAN HIPERTENSI

Pengertian
Hipertensi adalah peningkatan abnormal pada tekanan sistolik 140 mm Hg
atau lebih dan tekanan diastolic 120 mmHg (Sharon, L.Rogen, 1996).
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHG
dan tekanan darah diastolic lebih dari 90 mmHG (Luckman Sorensen,1996).
Hipertensi adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan darah
sistolik 140 mmHg atau lebih dan tekanan darah diastolic 90 mmHg atau
lebih. (Barbara Hearrison 1997)
Dari ketiga definisi diatas dapat disimpulkan bahwa hipertensi adalah
peningkatan tekanan darah yang abnormal dengan sistolik lebih dari 140
mmHg dan diastolic lebih dari 90 mmHg.

Etilogi.
Pada umunya hipertensi tidak mempunyai penyebab yang spesifik. Hipertensi
terjadi sebagai respon peningkatan cardiac output atau peningkatan tekanan
perifer
Namun ada beberapa factor yang mempengaruhi terjadinya hipertensi:
a. Genetik: Respon nerologi terhadap stress atau kelainan eksresi atau
transport Na.
b. Obesitas: terkait dengan level insulin yang tinggi yang mengakibatkan
tekanan darah meningkat.
c. Stress Lingkungan
d. Hilangnya Elastisitas jaringan and arterisklerosis pada orang tua serta
pelabaran pembuluh darah.
Berdasarkan etiologinya Hipertensi dibagi menjadi 2 golongan yaitu:
a. Hipertensi Esensial (Primer)
Penyebab tidak diketahui namun banyak factor yang mempengaruhi seperti
genetika, lingkungan, hiperaktivitas, susunan saraf simpatik, system
rennin angiotensin, efek dari eksresi Na, obesitas, merokok dan stress.
b. Hipertensi Sekunder
Dapat diakibatkan karena penyakit parenkim renal/vakuler renal. Penggunaan
kontrasepsi oral yaitu pil. Gangguan endokrin dll.
Patofisiologi
Menurunnya tonus vaskuler meransang saraf simpatis yang diterukan ke sel
jugularis. Dari sel jugalaris ini bias meningkatkan tekanan darah. Dan
apabila diteruskan pada ginjal, maka akan mempengaruhi eksresi pada rennin
yang berkaitan dengan Angiotensinogen. Dengan adanya perubahan pada
angiotensinogen II berakibat pada terjadinya vasokontriksi pada pembuluh
darah, sehingga terjadi kenaikan tekanan darah.
Selain itu juga dapat meningkatkan hormone aldosteron yang menyebabkan
retensi natrium. Hal tersebut akan berakibat pada peningkatan tekanan
darah. Dengan Peningkatan tekanan darah maka akan menimbulkan kerusakan
pada organ organ seperti jantung.

Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis pada klien dengan hipertensi adalah meningkatkan
tekanan darah > 140/90 mmHg, sakit kepala, epistaksis, pusing/migrain,
rasa berat ditengkuk, sukar tidur, mata berkunang kunang, lemah dan lelah,
muka pucat suhu tubuh rendah.

Komplikasi
Organ organ tubuh sering terserang akibat hipertensi anatara lain mata
berupa perdarahan retina bahkan gangguan penglihatan sampai kebutaan,
gagal jantung, gagal ginjal, pecahnya pembuluh darah otak.
Penatalaksanaan Medis
Penanggulangan hipertensi secara garis besar dibagi menjadi dua jenis
penatalaksanaan:
a. Penatalaksanaan Non Farmakologis.
1. Diet
Pembatasan atau pengurangan konsumsi garam. Penurunan BB dapat menurunkan
tekanan darah dibarengi dengan penurunan aktivitas rennin dalam plasma dan
kadar adosteron dalam plasma.
2. Aktivitas.
Klien disarankan untuk berpartisipasi pada kegiatan dan disesuaikan dengan
batasan medis dan sesuai dengan kemampuan seperti berjalan, jogging,
bersepeda atau berenang.
b. Penatalaksanaan Farmakologis.
Secara garis besar terdapat bebrapa hal yang perlu diperhatikan dalam
pemberian atau pemilihan obat anti hipertensi yaitu:
1. Mempunyai efektivitas yang tinggi.
2. Mempunyai toksitas dan efek samping yang ringan atau minimal.
3. Memungkinkan penggunaan obat secara oral.
4. Tidak menimbulakn intoleransi.
5. Harga obat relative murah sehingga terjangkau oleh klien.
6. Memungkinkan penggunaan jangka panjang.
Golongan obat - obatan yang diberikan pada klien dengan hipertensi seperti
golongan diuretic, golongan betabloker, golongan antagonis kalsium,
golongan penghambat konversi rennin angitensin.

Test diagnostic.
a. Hb/Ht: untuk mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume cairan
(viskositas) dan dapat mengindikasikan factor resiko seperti :
hipokoagulabilitas, anemia.
b. BUN / kreatinin : memberikan informasi tentang perfusi / fungsi ginjal.
c. Glucosa : Hiperglikemi (DM adalah pencetus hipertensi) dapat
diakibatkan oleh pengeluaran kadar ketokolamin.
d. Urinalisa : darah, protein, glukosa, mengisaratkan disfungsi ginjal dan
ada DM.
e. CT Scan : Mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati
f. EKG : Dapat menunjukan pola regangan, dimana luas, peninggian gelombang
P adalah salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi.
g. IUP : mengidentifikasikan penyebab hipertensi seperti : Batu ginjal,
perbaikan ginjal.
h. Poto dada : Menunjukan destruksi kalsifikasi pada area katup,
pembesaran jantung.

Pengkajian
a. Aktivitas/ Istirahat.
Gejala : kelemahan, letih, nafas pendek, gaya hidup monoton.
Tanda :Frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung, takipnea.
b. Sirkulasi
Gejala :Riwayat Hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung koroner/katup
dan penyakit cebrocaskuler, episode palpitasi.
Tanda :Kenaikan TD, Nadi denyutan jelas dari karotis, jugularis,
radialis, tikikardi, murmur stenosis valvular, distensi vena jugularis,
kulit pucat, sianosis, suhu dingin (vasokontriksi perifer) pengisian
kapiler mungkin lambat/ bertunda.
c. Integritas Ego.
Gejala :Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, factor stress multiple
(hubungan, keuangan, yang berkaitan dengan pekerjaan.
Tanda :Letupan suasana hat, gelisah, penyempitan continue perhatian,
tangisan meledak, otot muka tegang, pernafasan menghela, peningkatan pola
bicara.
d. Eliminasi
Gejala : Gangguan ginjal saat ini atau (seperti obstruksi atau riwayat
penyakit ginjal pada masa yang lalu.)

e. Makanan/cairan
Gejala: Makanan yang disukai yang mencakup makanan tinggi garam, lemak
serta kolesterol, mual, muntah dan perubahan BB akhir akhir ini
(meningkat/turun) Riowayat penggunaan diuretic
Tanda: Berat badan normal atau obesitas,, adanya edema, glikosuria.
f. Neurosensori
Genjala: Keluhan pening pening/pusing, berdenyu, sakit kepala,
subojksipital (terjadi saat bangun dan menghilangkan secara spontan
setelah beberapa jam) Gangguan penglihatan (diplobia, penglihatan kabur,
epistakis).
Tanda: Status mental, perubahan keterjagaan, orientasi, pola/isi bicara,
efek, proses piker, penurunan keuatan genggaman tangan.
g. Nyeri/ ketidaknyaman
Gejala: Angina (penyakit arteri koroner/ keterlibatan jantung),sakit
kepala.
h. Pernafasan
Gejala: Dispnea yang berkaitan dari kativitas/kerja takipnea,
ortopnea,dispnea, batuk dengan/tanpa pembentukan sputum, riwayat merokok.
Tanda: Distress pernafasan/penggunaan otot aksesori pernafasan bunyi
nafas tambahan (krakties/mengi), sianosis.
i. Keamanan
Gejala: Gangguan koordinasi/cara berjalan, hipotensi postural.
j. Pembelajaran/Penyuluhan
Gejala: Faktor resiko keluarga: hipertensi, aterosporosis, penyakit
jantung, DM.
Faktor faktor etnik seperti: orang Afrika-amerika, Asia Tenggara,
penggunaan pil KB atau hormone lain, penggunaan alcohol/obat.
Rencana pemulangan : bantuan dengan pemantau diri TD/perubahan dalam
terapi obat.

Diagnosa, Kriteria hasil dan Intervensi Keperawatan
Diagnosa 1 .
Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan vasokontriksi
pembuluh darah.
Kriteria Hasil :
Klien berpartisifasi dalam aktivitas yang menurunkan tekanan darah / beban
kerja jantung , mempertahankan TD dalam rentang individu yang dapat
diterima, memperlihatkan norma dan frekwensi jantung stabil dalam rentang
normal pasien.
Intervensi
1. Observasi tekanan darah (perbandingan dari tekanan memberikan gambaran
yang lebih lengkap tentang keterlibatan / bidang masalah vaskuler).
2. Catat keberadaan, kualitas denyutan sentral dan perifer (Denyutan
karotis,jugularis, radialis dan femoralis mungkin teramati / palpasi.
Dunyut pada tungkai mungkin menurun, mencerminkan efek dari vasokontriksi
(peningkatan SVR) dan kongesti vena).
3. Auskultasi tonus jantung dan bunyi napas. (S4 umum terdengar pada
pasien hipertensi berat karena adanya hipertropi atrium, perkembangan S3
menunjukan hipertropi ventrikel dan kerusakan fungsi, adanya krakels,
mengi dapat mengindikasikan kongesti paru sekunder terhadap terjadinya
atau gagal jantung kronik).
4. Amati warna kulit, kelembaban, suhu, dan masa pengisian kapiler.
(adanya pucat, dingin, kulit lembab dan masa pengisian kapiler lambat
mencerminkan dekompensasi / penurunan curah jantung).
5. Catat adanya demam umum / tertentu. (dapat mengindikasikan gagal
jantung, kerusakan ginjal atau vaskuler).
6. Berikan lingkungan yang nyaman, tenang, kurangi aktivitas / keributan
ligkungan, batasi jumlah pengunjung dan lamanya tinggal. (membantu untuk
menurunkan rangsangan simpatis, meningkatkan relaksasi).
7. Anjurkan teknik relaksasi, panduan imajinasi dan distraksi. (dapat
menurunkan rangsangan yang menimbulkan stress, membuat efek tenang,
sehingga akan menurunkan tekanan darah).
8. Kolaborasi dengan dokter dlam pembrian therafi anti
hipertensi,deuritik. (menurunkan tekanan darah).

Dignosa 2
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum, ketidak
seimbangan antara suplai dan kebutuhan O2.
Kriteria Hasil :
Klien dapat berpartisipasi dalam aktivitas yang di inginkan / diperlukan,
melaporkan peningkatan dalam toleransi aktivitas yang dapat diukur.
Intervensi
1. Kaji toleransi pasien terhadap aktivitas dengan menggunkan parameter :
frekwensi nadi 20 per menit diatas frekwensi istirahat, catat peningkatan
TD, dipsnea, atau nyeridada, kelelahan berat dan kelemahan, berkeringat,
pusig atau pingsan. (Parameter menunjukan respon fisiologis pasien
terhadap stress, aktivitas dan indicator derajat pengaruh kelebihan kerja
/ jantung).
2. Kaji kesiapan untuk meningkatkan aktivitas contoh : penurunan kelemahan
/ kelelahan, TD stabil, frekwensi nadi, peningkatan perhatian pada
aktivitas dan perawatan diri. (Stabilitas fisiologis pada istirahat
penting untuk memajukan tingkat aktivitas individual).
3. Dorong memajukan aktivitas / toleransi perawatan diri. (Konsumsi
oksigen miokardia selama berbagai aktivitas dapat meningkatkan jumlah
oksigen yang ada. Kemajuan aktivitas bertahap mencegah peningkatan
tiba-tiba pada kerja jantung).
4. Berikan bantuan sesuai kebutuhan dan anjurkan penggunaan kursi mandi,
menyikat gigi / rambut dengan duduk dan sebagainya. (teknik penghematan
energi menurunkan penggunaan energi dan sehingga membantu keseimbangan
suplai dan kebutuhan oksigen).
5. Dorong pasien untuk partisifasi dalam memilih periode aktivitas.
(Seperti jadwal meningkatkan toleransi terhadap kemajuan aktivitas dan
mencegah kelemahan).

Diagnosa 3
Gangguan rasa nyaman nyeri : sakit kepela berhubungan dengan peningkatan
tekanan vaskuler cerebral.
Kriteria Hasil :
Melaporkan nyeri / ketidak nyamanan tulang / terkontrol, mengungkapkan
metode yang memberikan pengurangan, mengikuti regiment farmakologi yang
diresepkan.
Intervensi
1. Pertahankan tirah baring selama fase akut. (Meminimalkan stimulasi /
meningkatkan relaksasi).
2. Beri tindakan non farmakologi untuk menghilangkan sakit kepala,
misalnya : kompres dingin pada dahi, pijat punggung dan leher serta teknik
relaksasi. (Tindakan yang menurunkan tekanan vaskuler serebral dengan
menghambat / memblok respon simpatik, efektif dalam menghilangkan sakit
kepala dan komplikasinya).
3. Hilangkan / minimalkan aktivitas vasokontriksi yang dapat meningkatkan
sakit kepala : mengejan saat BAB, batuk panjang,dan membungkuk. (Aktivitas
yang meningkatkan vasokontriksi menyebabkan sakit kepala pada adanya
peningkatkan tekanan vakuler serebral).
4. Bantu pasien dalam ambulasi sesuai kebutuhan. (Meminimalkan penggunaan
oksigen dan aktivitas yang berlebihan yang memperberat kondisi klien).
5. Beri cairan, makanan lunak. Biarkan klien itirahat selama 1 jam setelah
makan. (menurunkan kerja miocard sehubungan dengan kerja pencernaan).
6. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat analgetik, anti ansietas,
diazepam dll. (Analgetik menurunkan nyeri dan menurunkan rangsangan saraf
simpatis).

Diagnosa 4
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake
nutrisi in adekuat, keyakinan budaya, pola hidup monoton.
Kriteria Hasil :
klien dapat mengidentifikasi hubungan antara hipertensi dengan kegemukan,
menunjukan perubahan pola makan, melakukan / memprogram olah raga yang
tepat secara individu.
Intervensi
1. Kaji emahaman klien tentang hubungan langsung antara hipertensi dengan
kegemukan. (Kegemukan adalah resiko tambahan pada darah tinggi, kerena
disproporsi antara kapasitas aorta dan peningkatan curah jantung berkaitan
dengan masa tumbuh).
2. Bicarakan pentingnya menurunkan masukan kalori dan batasi masukan
lemak,garam dan gula sesuai indikasi. (Kesalahan kebiasaan makan menunjang
terjadinya aterosklerosis dan kegemukan yang merupakan predisposisi untuk
hipertensi dan komplikasinya, misalnya, stroke, penyakit ginjal, gagal
jantung, kelebihan masukan garam memperbanyak volume cairan intra vaskuler
dan dapat merusak ginjal yang lebih memperburuk hipertensi).
3. Tetapkan keinginan klien menurunkan berat badan. (motivasi untuk
penurunan berat badan adalah internal. Individu harus berkeinginan untuk
menurunkan berat badan, bila tidak maka program sama sekali tidak
berhasil).
4. Kaji ulang masukan kalori harian dan pilihan diet. (mengidentivikasi
kekuatan / kelemahan dalam program diit terakhir. Membantu dalam
menentukan kebutuhan inividu untuk menyesuaikan / penyuluhan).
5. Tetapkan rencana penurunan BB yang realistic dengan klien, Misalnya :
penurunan berat badan 0,5 kg per minggu. (Penurunan masukan kalori
seseorang sebanyak 500 kalori per hari secara teori dapat menurunkan berat
badan 0,5 kg / minggu. Penurunan berat badan yang lambat mengindikasikan
kehilangan lemak melalui kerja otot dan umumnya dengan cara mengubah
kebiasaan makan).
6. Dorong klien untuk mempertahankan masukan makanan harian termasukkapan
dan dimana makan dilakukan dan lingkungan dan perasaan sekitar saat
makanan dimakan. (memberikan data dasar tentang keadekuatan nutrisi yang
dimakan dan kondisi emosi saat makan, membantu untuk memfokuskan perhatian
pada factor mana pasien telah / dapat mengontrol perubahan).
7. Intruksikan dan Bantu memilih makanan yang tepat , hindari makanan
dengan kejenuhan lemak tinggi (mentega, keju, telur, es krim, daging dll)
dan kolesterol (daging berlemak, kuning telur, produk kalengan,jeroan).
(Menghindari makanan tinggi lemak jenuh dan kolesterol penting dalam
mencegah perkembangan aterogenesis).
8. Kolaborasi dengan ahli gizi sesuai indikasi. (Memberikan konseling dan
bantuan dengan memenuhi kebutuhan diet individual).

Diagnosa 5
Inefektif koping individu berhubungan dengan mekanisme koping tidak
efektif, harapan yang tidak terpenuhi, persepsi tidak realistic.
Kriteria Hasil :
Mengidentifikasi perilaku koping efektif dan konsekkuensinya, menyatakan
kesadaran kemampuan koping / kekuatan pribadi, mengidentifikasi potensial
situasi stress dan mengambil langkah untuk menghindari dan mengubahnya.
Intervensi
1. Kaji keefektipan strategi koping dengan mengobservasi perilaku,
Misalnya : kemampuan menyatakan perasaan dan perhatian, keinginan
berpartisipasi dalam rencana pengobatan. (Mekanisme adaptif perlu untuk
megubah pola hidup seorang, mengatasi hipertensi kronik dan
mengintegrasikan terafi yang diharuskan kedalam kehidupan sehari-hari).
2. Catat laporan gangguan tidur, peningkatan keletihan, kerusakan
konsentrasi, peka rangsangan, penurunan toleransi sakit kepala, ketidak
mampuan untuk mengatasi / menyelesaikan masalah. (Manifestasi mekanisme
koping maladaptive mungkin merupakan indicator marah yang ditekan dan
diketahui telah menjadi penentu utama TD diastolic).
3. Bantu klien untuk mengidentifikasi stressor spesifik dan kemungkinan
strategi untuk mengatasinya. (pengenalan terhadap stressor adalah langkah
pertama dalam mengubah respon seseorang terhadap stressor).
4. Libatkan klien dalam perencanaan perwatan dan beri dorongan partisifasi
maksimum dalam rencana pengobatan. (keterlibatan memberikan klien
perasaan kontrol diri yang berkelanjutan. Memperbaiki keterampilan koping,
dan dapat menigkatkan kerjasama dalam regiment teraupetik.
5. Dorong klien untuk mengevaluasi prioritas / tujuan hidup. Tanyakan
pertanyaan seperti : apakah yang anda lakukan merupakan apa yang anda
inginkan ?. (Fokus perhtian klien pada realitas situasi yang relatif
terhadap pandangan klien tentang apa yang diinginkan. Etika kerja keras,
kebutuhan untuk kontrol dan focus keluar dapat mengarah pada kurang
perhatian pada kebutuhan-kebutuhan personal).
6. Bantu klien untuk mengidentifikasi dan mulai merencanakan perubahan
hidup yang perlu. Bantu untuk menyesuaikan ketibang membatalkan tujuan
diri / keluarga. (Perubahan yang perlu harus diprioritaskan secara
realistic untuk menghindari rasa tidak menentu dan tidak berdaya).

Diagnosa 6
Kurang pengetahuan mengenai kondisi penyakitnya berhubungan dengan kurangn
Kriteria hasil
1. Menyatakan pemahaman tentang proses penyakit dan regiment pengobatan.
2. Mengidentifikasi efek samping obat dan kemungkinan komplikasi yang
perlu diperhatikan. Mempertahankan TD dalam parameter normal.
Intervensi
3. Bantu klien dalam mengidentifikasi factor-faktor resiko kardivaskuler
yang dapat diubah, misalnya : obesitas, diet tinggi lemak jenuh, dan
kolesterol, pola hidup monoton, merokok, dan minum alcohol (lebih dari 60
cc / hari dengan teratur) pola hidup penuh stress. (Faktor-faktor resiko
ini telah menunjukan hubungan dalam menunjang hipertensi dan penyakit
kardiovaskuler serta ginjal).
4. Kaji kesiapan dan hambatan dalam belajar termasuk orang terdekat.
(kesalahan konsep dan menyangkal diagnosa karena perasaan sejahtera yang
sudah lama dinikmati mempengaruhi minimal klien / orang terdekat untuk
mempelajari penyakit, kemajuan dan prognosis. Bila klien tidak menerima
realitas bahwa membutuhkan pengobatan kontinu, maka perubahan perilaku
tidak akan dipertahankan).
5. Kaji tingkat pemahaman klien tentang pengertian, penyebab, tanda dan
gejala, pencegahan, pengobatan, dan akibat lanjut. (mengidentivikasi
tingkat pegetahuan tentang proses penyakit hipertensi dan mempermudahj
dalam menentukan intervensi).
6. Jelaskan pada klien tentang proses penyakit hipertensi
(pengertian,penyebab,tanda dan gejala,pencegahan, pengobatan, dan akibat
lanjut) melalui penkes. (Meningkatkan pemahaman dan pengetahuan klien
tentang proses penyakit hipertensi).

IV. Evaluasi
Resiko penurunan jantung tidak terjadi, intoleransi aktivitas dapat
teratasi, rasa sakit kepala berkurang bahkan hilang, klien dapat
mengontrol pemasukan / intake nutrisi, klien dapat menggunakan mekanisme
koping yang efektif dan tepat, klien paham mengenai kondisi penyakitnya.

LAPORAN PENDAHULUAN WAHAM

A. Masalah Utama :
Perubahan proses pikir : waham

B. Proses terjadinya masalah
1. Pengertian Waham
Waham adalah keyakinan seseorang yang berdasarkan penilaian realitas yang salah. Keyakinan klien tidak konsisten dengan tingkat intelektual dan latar belakang budaya klien. Waham dipengaruhi oleh faktor pertumbuhan dan perkembangan seperti adanya penolakan, kekerasan, tidak ada kasih sayang, pertengkaran orang tua dan aniaya. (Budi Anna Keliat,1999).
Tanda dan Gejala :
• Klien mengungkapkan sesuatu yang diyakininya (tentang agama, kebesaran, kecurigaan, keadaan dirinya berulang kali secara berlebihan tetapi tidak sesuai kenyataan
• Klien tampak tidak mempunyai orang lain
• Curiga
• Bermusuhan
• Merusak (diri, orang lain, lingkungan)
• Takut, sangat waspada
• Tidak tepat menilai lingkungan/ realitas
• Ekspresi wajah tegang
• Mudah tersinggung
(Azis R dkk, 2003)


2. Penyebab dari Waham
Salah satu penyebab dari perubahan proses pikir : waham yaitu Gangguan konsep diri : harga diri rendah. Harga diri adalah penilaian individu tentang pencapaian diri dengan menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri. Gangguan harga diri dapat digambarkan sebagai perasaan negatif terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri, dan merasa gagal mencapai keinginan.
Tanda dan Gejala :
• Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan tindakan terhadap penyakit (rambut botak karena terapi)
• Rasa bersalah terhadap diri sendiri (mengkritik/menyalahkan diri sendiri)
• Gangguan hubungan sosial (menarik diri)
• Percaya diri kurang (sukar mengambil keputusan)
• Mencederai diri (akibat dari harga diri yang rendah disertai harapan yang suram, mungkin klien akan mengakiri kehidupannya.
( Budi Anna Keliat, 1999)

3. Akibat dari Waham
Klien dengan waham dapat berakibat terjadinya resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan. Resiko mencederai merupakan suatu tindakan yang kemungkinan dapat melukai/ membahayakan diri, orang lain dan lingkungan.
Tanda dan Gejala :
• Memperlihatkan permusuhan
• Mendekati orang lain dengan ancaman
• Memberikan kata-kata ancaman dengan rencana melukai
• Menyentuh orang lain dengan cara yang menakutkan
• Mempunyai rencana untuk melukai

C. Pohon Masalah



Perubahan proses pikir: Waham
Gangguan konsep diri : harga diri rendah
(Keliat, BA, 1999)

D. Masalah keperawatan dan data yang perlu dikaji
1) Masalah keperawatan:
1. Resiko menciderai diri, orang lain, dan lingkungan
2. Perubahan proses pikir : waham
3. Gangguan konsep diri : harga diri rendah.
2. Data yang perlu dikaji:
1. Resiko menciderai diri, orang lain, dan lingkungan
 Data subjektif
Klien mengatakan marah dan jengkel kepada orang lain, ingin membunuh, dan ingin membakar atau mengacak-acak lingkungannya.
• Data objektif
Klien mengamuk, merusak dan melempar barang-barang, melakukan tindakan kekerasan pada orang-orang disekitarnya.
2. Perubahan proses pikir : waham
 Data subjektif :
Klien mengungkapkan sesuatu yang diyakininya (tentang agama, kebesaran, kecurigaan, keadaan dirinya) berulang kali secara berlebihan tetapi tidak sesuai kenyataan.
• Data objektif :
Klien tampak tidak mempunyai orang lain, curiga, bermusuhan, merusak (diri, orang lain, lingkungan), takut, kadang panik, sangat waspada, tidak tepat menilai lingkungan/ realitas, ekspresi wajah klien tegang, mudah tersinggung.
3. Gangguan konsep diri : harga diri rendah.
 Data subjektif
Klien mengatakan saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa- apa, bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu terhadap diri sendiri
• Data objektif
Klien terlihat lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternative tindakan, ingin mencedaerai diri/ ingin mengakhiri hidup

E. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan waham.
2. Perubahan proses pikir : waham berhubungan dengan harga diri rendah.

F. Rencana Keperawatan
Diagnosa 1: Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan berubungan dengan waham....
1. Tujuan umum :
Klien tidak menciderai diri, orang lain, dan lingkungan.
1. Tujuan khusus
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat.
Rasional :
Hubungan saling percaya merupakan dasar untuk kelancaran hubungan interaksinya
Tindakan:
1. Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, perkenalkan diri, jelaskan tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang, buat kontrak yang jelas (topik, waktu, tempat).
2. Jangan membantah dan mendukung waham klien : katakan perawat menerima keyakinan klien "saya menerima keyakinan anda" disertai ekspresi menerima, katakan perawat tidak mendukung disertai ekspresi ragu dan empati, tidak membicarakan isi waham klien.
3. Yakinkan klien berada dalam keadaan aman dan terlindungi : katakan perawat akan menemani klien dan klien berada di tempat yang aman, gunakan keterbukaan dan kejujuran jangan tinggalkan klien sendirian.
4. Observasi apakah wahamnya mengganggu aktivitas harian dan perawatan diri.
2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki.
Rasional :
dengan mengetahui kemampuan yang dimiliki klien, maka akan memudahkan perawat untuk mengarahkan kegiatan yang bermanfaat bagi klien dari pada hanya memikirkannya
Tindakan:
1. Beri pujian pada penampilan dan kemampuan klien yang realistis.
2. Diskusikan bersama klien kemampuan yang dimiliki pada waktu lalu dan saat ini yang realistis.
3. Tanyakan apa yang biasa dilakukan kemudian anjurkan untuk melakukannya saat ini (kaitkan dengan aktivitas sehari hari dan perawatan diri).
4. Jika klien selalu bicara tentang wahamnya, dengarkan sampai kebutuhan waham tidak ada. Perlihatkan kepada klien bahwa klien sangat penting.
3. Klien dapat mengidentifikasikan kebutuhan yang tidak terpenuhi
Rasional :
Dengan mengetahui kebutuhan klien yang belum terpenuhi perawat dapat merencanakan untuk memenuhinya dan lebih memperhatikan kebutuhan klien tersebut sehingga klien merasa nyaman dan aman
Tindakan:
1. Observasi kebutuhan klien sehari-hari.
2. Diskusikan kebutuhan klien yang tidak terpenuhi baik selama di rumah maupun di rumah sakit (rasa sakit, cemas, marah).
3. Hubungkan kebutuhan yang tidak terpenuhi dan timbulnya waham.
4. Tingkatkan aktivitas yang dapat memenuhi kebutuhan klien dan memerlukan waktu dan tenaga (buat jadwal jika mungkin).
5. Atur situasi agar klien tidak mempunyai waktu untuk menggunakan wahamnya.
4. Klien dapat berhubungan dengan realitas.
Rasional :
menghadirkan realitas dapat membuka pikiran bahwa realita itu lebih benar dari pada apa yang dipikirkan klien sehingga klien dapat menghilangkan waham yang ada
Tindakan:
1. Berbicara dengan klien dalam konteks realitas (diri, orang lain, tempat dan waktu).
2. Sertakan klien dalam terapi aktivitas kelompok : orientasi realitas.
3. Berikan pujian pada tiap kegiatan positif yang dilakukan klien.
5. Klien dapat menggunakan obat dengan benar
Rasional :
Penggunaan obat yang secara teratur dan benar akan mempengaruhi proses penyembuhan dan memberikan efek dan efek samping obat
Tindakan:
1. Diskusikan dengan klien tentang nama obat, dosis, frekuensi, efek dan efek samping minum obat.
2. Bantu klien menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (nama pasien, obat, dosis, cara dan waktu).
3. Anjurkan klien membicarakan efek dan efek samping obat yang dirasakan.
4. Beri reinforcement bila klien minum obat yang benar.
6. Klien dapat dukungan dari keluarga.
Rasional :
dukungan dan perhatian keluarga dalam merawat klien akan mambentu proses penyembuhan klien
Tindakan:
1. Diskusikan dengan keluarga melalui pertemuan keluarga tentang : gejala waham, cara merawat klien, lingkungan keluarga dan follow up obat.
2. Beri reinforcement atas keterlibatan keluarga

Diagnosa 2: Perubahan proses pikir: waham berhubungan dengan harga diri rendah
1. Tujuan umum :
Klien tidak terjadi perubahan proses pikir: waham dan klien akan meningkat harga dirinya.
2. Tujuan khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan :
1. Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, perkenalan diri, jelaskan tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang, buat kontrak yang jelas (waktu, tempat dan topik pembicaraan)
2. Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya
3. Sediakan waktu untuk mendengarkan klien
4. Katakan kepada klien bahwa dirinya adalah seseorang yang berharga dan bertanggung jawab serta mampu menolong dirinya sendiri
2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
Tindakan :
1. Klien dapat menilai kemampuan yang dapat Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
2. Hindarkan memberi penilaian negatif setiap bertemu klien, utamakan memberi pujian yang realistis
3. Klien dapat menilai kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
3. Klien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan.
Tindakan :
1. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
2. Diskusikan pula kemampuan yang dapat dilanjutkan setelah pulang ke rumah
4. Klien dapat menetapkan / merencanakan kegiatan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki
Tindakan :
4.1. Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai kemampuan
4.2. Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien
4.3. Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan
5. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi dan kemampuan
Tindakan :
5.1. Beri kesempatan mencoba kegiatan yang telah direncanakan
5.2. Beri pujian atas keberhasilan klien
5.3. Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah
5. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada
Tindakan :
1. Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien.
2. Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat.
3. Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah.
4. Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga.

DAFTAR PUSTAKA
1. Stuart GW, Sundeen, Principles and Practice of Psykiatric Nursing (5 th ed.). St.Louis Mosby Year Book, 1995
2. Keliat Budi Ana, Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi I, Jakarta : EGC, 1999
3. Keliat Budi Ana, Gangguan Konsep Diri, Edisi I, Jakarta : EGC, 1999
4. Aziz R, dkk, Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa Semarang : RSJD Dr. Amino Gonohutomo, 2003
5. Tim Direktorat Keswa, Standar Asuhan Keperawatan Jiwa, Edisi 1, Bandung, RSJP Bandung, 2000

LAPORAN PENDAHULUAN PERILAKU KEKERASAN

1. Masalah Utama:
Perilaku kekerasan/ amuk.

2. Proses Terjadinya Masalah
1. Pengertian perilaku kekerasan
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun lingkungan. Hal tersebut dilakukan untuk mengungkapkan perasaan kesal atau marah yang tidak konstruktif. (Stuart dan Sundeen, 1995).
Tanda dan Gejala :
• Muka merah
• Pandangan tajam
• Otot tegang
• Nada suara tinggi
• Berdebat dan sering pula tampak klien memaksakan kehendak
• Memukul jika tidak senang

2. Penyebab perilaku kekerasan
Perilaku kekerasan bisa disebabkan adanya gangguan harga diri: harga diri rendah. Harga diri adalah penilaian individu tentang pencapaian diri dengan menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri. Dimana gangguan harga diri dapat digambarkan sebagai perasaan negatif terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri, merasa gagal mencapai keinginan.


Tanda dan gejala :
• Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan tindakan terhadap penyakit (rambut botak karena terapi)
• Rasa bersalah terhadap diri sendiri (mengkritik/menyalahkan diri sendiri)
• Gangguan hubungan sosial (menarik diri)
• Percaya diri kurang (sukar mengambil keputusan)
• Mencederai diri (akibat dari harga diri yang rendah disertai harapan yang suram, mungkin klien akan mengakiri kehidupannya.
(Budiana Keliat, 1999)
3. Akibat dari Perilaku kekerasan
Klien dengan perilaku kekerasan dapat menyebabkan resiko tinggi mencederai diri, orang lain dan lingkungan. Resiko mencederai merupakan suatu tindakan yang kemungkinan dapat melukai/ membahayakan diri, orang lain dan lingkungan.
Tanda dan Gejala :
• Memperlihatkan permusuhan
• Mendekati orang lain dengan ancaman
• Memberikan kata-kata ancaman dengan rencana melukai
• Menyentuh orang lain dengan cara yang menakutkan
• Mempunyai rencana untuk melukai

C. Pohon Masalah
Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan

Perilaku Kekerasan/amuk

Core Problem

Gangguan Harga Diri : Harga Diri Rendah
(Budiana Keliat, 1999)
D. Masalah keperawatan dan Data yang Perlu Dikaji
1. Masalah keperawatan:
1. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
2. Perilaku kekerasan / amuk
3. Gangguan harga diri : harga diri rendah
1. Data yang perlu dikaji:
1. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
1. Data subjektif
Klien mengatakan marah dan jengkel kepada orang lain, ingin membunuh, ingin membakar atau mengacak-acak lingkungannya.
2. Data objektif
Klien mengamuk, merusak dan melempar barang-barang, melakukan tindakan kekerasan pada orang-orang disekitarnya.
2. Perilaku kekerasan / amuk
1. Data Subjektif :
 Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
 Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya jika sedang kesal atau marah.
 Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
2. Data Objektif
 Mata merah, wajah agak merah.
 Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai.
 Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
 Merusak dan melempar barang barang.
3. Gangguan harga diri : harga diri rendah
1. Data subyektif:
Klien mengatakan: saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa, bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu terhadap diri sendiri.
2. Data objektif:
Klien tampak lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternatif tindakan, ingin mencederai diri / ingin mengakhiri hidup.
5. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan perilaku kekerasan/ amuk.
2. Perilaku kekerasan berhubungan dengan gangguan harga diri: harga diri rendah.

5. Rencana Tindakan
Diagnosa 1: Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan perilaku kekerasan/ amuk
1. Tujuan Umum: Klien tidak mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungannya
2. Tujuan Khusus:
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Tindakan:
1. Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, empati, sebut nama perawat dan jelaskan tujuan interaksi.
2. Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai.
3. Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang.
4. Jelaskan tentang kontrak yang akan dibuat.
5. Beri rasa aman dan sikap empati.
6. Lakukan kontak singkat tapi sering.

2. Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.
Tindakan:
1. Beri kesempatan mengungkapkan perasaan.
2. Bantu klien mengungkapkan perasaan jengkel / kesal.
3. Dengarkan ungkapan rasa marah dan perasaan bermusuhan klien dengan sikap tenang.

2. Klien dapat mengidentifikasi tanda tanda perilaku kekerasan.
Tindakan :
1. Anjurkan klien mengungkapkan yang dialami dan dirasakan saat jengkel/kesal.
2. Observasi tanda perilaku kekerasan.
3. Simpulkan bersama klien tanda tanda jengkel / kesal yang dialami klien.

2. Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
Tindakan:
1. Anjurkan mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
2. Bantu bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
3. Tanyakan "apakah dengan cara yang dilakukan masalahnya selesai ?"

5. Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.
Tindakan:
1. Bicarakan akibat/kerugian dari cara yang dilakukan.
2. Bersama klien menyimpulkan akibat dari cara yang digunakan.
3. Tanyakan apakah ingin mempelajari cara baru yang sehat.

5. Klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam berespon terhadap kemarahan.
Tindakan :
1. Tanyakan kepada klien apakah ia ingin mempelajari cara baru yang sehat
2. Beri pujian jika mengetahui cara lain yang sehat.
3. Diskusikan dengan klien cara lain yang sehat.
• Secara fisik : tarik nafas dalam jika sedang kesal, berolah raga, memukul bantal / kasur atau pekerjaan yang memerlukan tenaga.
• Secara verbal : katakan bahwa anda sedang marah atau kesal/ tersinggung.
• Secara sosial : lakukan dalam kelompok cara – cara marah yang sehat, latihan asertif, latihan manajemen perilaku kekerasan.
• Secara spiritual : berdo'a, sembahyang, memohon kepada Tuhan untuk diberi kesabaran.



7. Klien dapat mengidentifikasi cara mengontrol perilaku kekerasan.
Tindakan:
1. Bantu memilih cara yang paling tepat.
2. Bantu mengidentifikasi manfaat cara yang telah dipilih.
3. Bantu mensimulasikan cara yang telah dipilih.
4. Beri reinforcement positif atas keberhasilan yang dicapai dalam simulasi.
5. Anjurkan menggunakan cara yang telah dipilih saat jengkel / marah.

7. Klien mendapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol perilaku kekerasan
Tindakan :
1. Identifikasi kemampuan keluarga merawat klien dari sikap apa yang telah dilakukan keluarga selama ini.
2. Jelaskan peran serta keluarga dalam merawat klien.
3. Jelaskan cara – cara merawat klien :
• Cara mengontrol perilaku marah secara konstruktif.
• Sikap tenang, bicara tenang dan jelas.
• Membantu klien mengenal penyebab ia marah.
8.4.Bantu keluarga mendemonstrasikan cara merawat klien.
8.5.Bantu keluarga mengungkapkan perasaannya setelah melakukan demonstrasi

9. Klien dapat menggunakan obat dengan benar (sesuai program).
Tindakan:
1. Jelaskan jenis – jenis obat yang diminum klien pada klien dan keluarga.
2. Diskusikan manfaat minum obat dan kerugian berhenti minum obat tanpa seizin dokter.
3. Jelaskan prinsip 5 benar minum obat (nama klien, obat, dosis, cara dan waktu).
4. Anjurkan untuk membicarakan efek dan efek samping obat yang dirasakan.
5. Anjurkan klien melaporkan pada perawat / dokter jika merasakan efek yang tidak menyenangkan.
6. Beri pujian jika klien minum obat dengan benar.
Diagnosa 2: Perilaku kekerasan berhubungan dengan gangguan konsep diri : harga diri rendah
1. Tujuan Umum :
Klien dapat berhubungan dengan orang lain secara optimal
1. Tujuan khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat
Tindakan :
1. Bina hubungan saling percaya
Salam terapeutik
Perkenalan diri
- Tanyakan nama lengkap klien dan panggilan yang disukai.
Jelaskan tujuan pertemuan
Ciptakan lingkungan yang tenang
Buat kontrak yang jelas ( waktu, tempat dan topik pembicaraan ).
2. Beri kesempatan pada klien mengungkapkan perasaannya.
3. Sediakan waktu untuk mendengarkan klien.
4. Katakan kepada klien bahwa ia adalah seseorang yang berharga dan bertanggung jawab serta mampu menolong dirinya sendiri.

2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.
Tindakan :
1. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien.
2. Setiap bertemu klien hindarkan dari memberi penilaian negatif
3. Utamakan memberi pujian yang realistis.

2. Klien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan.
Tindakan :
1. Diskusikan bersama klien kemampuan yang masih dapat digunakan selama sakit
2. Diskusikan pula kemampuan yang dapat dilanjutkan setelah pulang ke rumah.

4. Klien dapat menetapkan/ merencanakan kegiatan sesuai kemampuan yang dimiliki.
Tindakan :
1. Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai kemampuan ( mandiri, bantuan sebagian, bantuan total ).
2. Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien.
3. Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan.

4. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi dan kemampuannya
Tindakan :
1. Beri kesempatan klien untuk mencoba kegiatan yang telah direncanakan.
2. Beri pujian atas keberhasilan klien.
3. Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah.

6. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada.
Tindakan :
1. Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien dengan harga diri rendah.
2. Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat.
3. Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah.
4. Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga
DAFTAR PUSTAKA
1. Stuart GW, Sundeen, Principles and Practice of Psykiatric Nursing (5 th ed.). St.Louis Mosby Year Book, 1995
2. Keliat Budi Ana, Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi I, Jakarta : EGC, 1999
3. Keliat Budi Ana, Gangguan Konsep Diri, Edisi I, Jakarta : EGC, 1999
4. Aziz R, dkk, Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa Semarang : RSJD Dr. Amino Gonohutomo, 2003
5. Tim Direktorat Keswa, Standar Asuhan Keperawatan Jiwa, Edisi 1, Bandung, RSJP Bandung, 2000

LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN SINDROM NEFROTIK

KONSEP DASAR
1. Pengertian
Sindrom nefrotik adalah kumpulan gejala klinis yang timbul dari kehilangan protein karena kerusakan glomerulus yang difus. (Luckmans, 1996 : 953).
Sindrom nefrotik adalah penyakit dengan gejala edema, proteinuria, hipoalbuminemia dan hiperkolesterolemia kadang-kadang terdapat hematuria, hipertensi dan penurunan fungsi ginjal. (Ngastiyah, 1997).
2. Etiologi
Sebab penyakit sindrom nefrotik yang pasti belum diketahui, akhir-akhir ini dianggap sebagai suatu penyakit autoimun. Jadi merupakan suatu reaksi antigen-antibodi. Umumnya para ahli membagi etiologinya menjadi:
1. Sindrom nefrotik bawaan
Diturunkan sebagai resesif autosomal atau karena reaksi maternofetal. Gejalanya adalah edema pada masa neonatus. Sindrom nefrotik jenis ini resisten terhadap semua pengobatan. Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah pencangkokan ginjal pada masa neonatus namun tidak berhasil. Prognosis buruk dan biasanya penderita meninggal dalam bulan-bulan pertama kehidupannya.
2. Sindrom nefrotik sekunder
Disebabkan oleh:
1. Malaria kuartana atau parasit lain.
2. Penyakit kolagen seperti lupus eritematosus diseminata, purpura anafilaktoid.
3. Glumeronefritis akut atau glumeronefritis kronis, trombisis vena renalis.
4. Bahan kimia seperti trimetadion, paradion, penisilamin, garam emas, sengatan lebah, racun oak, air raksa.
5. Amiloidosis, penyakit sel sabit, hiperprolinemia, nefritis membranoproliferatif hipokomplementemik.
2. Sindrom nefrotik idiopatik ( tidak diketahui sebabnya )
Berdasarkan histopatologis yang tampak pada biopsi ginjal dengan pemeriksaan mikroskop biasa dan mikroskop elektron, Churg dkk membagi dalam 4 golongan yaitu: kelainan minimal,nefropati membranosa, glumerulonefritis proliferatif dan glomerulosklerosis fokal segmental.
3. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala yang muncul pada anak yang mengalami Sindrom nefrotik adalah:
1. Oedem umum ( anasarka ), terutama jelas pada muka dan jaringan periorbital.
2. Proteinuria dan albuminemia.
3. Hipoproteinemi dan albuminemia.
4. Hiperlipidemi khususnya hipercholedterolemi.
5. Lipid uria.
6. Mual, anoreksia, diare.
7. Anemia, pasien mengalami edema paru.
4. Klasifikasi
Whaley dan Wong (1999 : 1385) membagi tipe-tipe sindrom nefrotik:
1. Sindrom Nefrotik Lesi Minimal ( MCNS : minimal change nephrotic syndrome).
Kondisi yang sering menyebabkan sindrom nefrotik pada anak usia sekolah. Anak dengan sindrom nefrotik ini, pada biopsi ginjalnya terlihat hampir normal bila dilihat dengan mikroskop cahaya.

2. Sindrom Nefrotik Sekunder
Terjadi selama perjalanan penyakit vaskuler seperti lupus eritematosus sistemik, purpura anafilaktik, glomerulonefritis, infeksi system endokarditis, bakterialis dan neoplasma limfoproliferatif.
3. Sindrom Nefrotik Kongenital
Factor herediter sindrom nefrotik disebabkan oleh gen resesif autosomal. Bayi yang terkena sindrom nefrotik, usia gestasinya pendek dan gejala awalnya adalah edema dan proteinuria. Penyakit ini resisten terhadap semua pengobatan dan kematian dapat terjadi pada tahun-yahun pertama kehidupan bayi jika tidak dilakukan dialysis.
5. Patofisiologi
Kelainan yang terjadi pada sindrom nefrotik yang paling utama adalah proteinuria sedangkan yang lain dianggap sebagai manifestasi sekunder. Kelainan ini disebabkan oleh karena kenaikan permeabilitas dinding kapiler glomerulus yang sebabnya belum diketahui yang terkait dengan hilannya muatan negative gliko protein dalam dinding kapiler. Pada sindrom nefrotik keluarnya protein terdiri atas campuran albumin dan protein yang sebelumnya terjadi filtrasi protein didalam tubulus terlalu banyak akibat dari kebocoran glomerolus dan akhirnya diekskresikan dalam urin. (Husein A Latas, 2002 : 383).
Pada sindrom nefrotik protein hilang lebih dari 2 gram perhari yang terutama terdiri dari albumin yang mengakibatkan hipoalbuminemia, pada umumnya edema muncul bila kadar albumin serum turun dibawah 2,5 gram/dl. Mekanisme edema belum diketahui secara fisiologi tetapi kemungkinan edema terjadi karena penurunan tekanan onkotik/ osmotic intravaskuler yang memungkinkan cairan menembus keruang intertisial, hal ini disebabkan oleh karena hipoalbuminemia. Keluarnya cairan keruang intertisial menyebabkan edema yang diakibatkan pergeseran cairan. (Silvia A Price, 1995: 833).
Akibat dari pergeseran cairan ini volume plasma total dan volume darah arteri menurun dibandingkan dengan volume sirkulasi efektif, sehingga mengakibatkan penurunan volume intravaskuler yang mengakibatkan menurunnya tekanan perfusi ginjal. Hal ini mengaktifkan system rennin angiotensin yang akan meningkatkan konstriksi pembuluh darah dan juga akan mengakibatkan rangsangan pada reseptor volume atrium yang akan merangsang peningkatan aldosteron yang merangsang reabsorbsi natrium ditubulus distal dan merangsang pelepasan hormone anti diuretic yang meningkatkan reabsorbsi air dalam duktus kolektifus. Hal ini mengakibatkan peningkatan volume plasma tetapi karena onkotik plasma berkurang natrium dan air yang direabsorbsi akan memperberat edema. (Husein A Latas, 2002: 383).
Stimulasi renis angiotensin, aktivasi aldosteron dan anti diuretic hormone akan mengaktifasi terjadinya hipertensi. Pada sindrom nefrotik kadar kolesterol, trigliserid, dan lipoprotein serum meningkat yang disebabkan oleh hipoproteinemia yang merangsang sintesis protein menyeluruh dalam hati, dan terjadinya katabolisme lemak yang menurun karena penurunan kadar lipoprotein lipase plasma. Hal ini dapat menyebabkan arteriosclerosis. (Husein A Latas, 2002: 383).


6. Pathways
idiopatik
Reaksi auto imun
Penyakit sekunder

Tekanan hidrostatik
Tekanan
Osmotic plasma
Transudasi air dan elektrolit ke ruang intertisiil
edema
Sel terjepit
Gangguan metabolisme sel
Stimulasi jaringan tubuler
kelelahan
Intoleransi
aktivitas
Aktivasi mekanisme renin angiotensin
Stimulasi duktus kolektifus



Aktivasi mekanisme renin angiotensin
Stimulasi jaringan tubuler
Stimulasi duktus kolektifus
Kontriksi pembuluh darah
Reabsorbsi Na
Reabsorbsi
air
oliguri
hipertesi
Edema anasarka
immobilitas
Penekanan lama pada tubuh
Gg. Integritas kulit
bedrest
Sulit bergerak
Perubahan penampilan
Intoleransi aktivitas
Gg. Body image
Retensi cairan diseluruh tubuh
Kelebihan volume cairan
Paru-paru
Ekspansi dada dan paru
Ventilasi tidak adekuat
Sesak nafas
Perubahan pola nafas
Abdomen
Menekan gaster
Mual, muntah
anoreksia
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan
Edema disaluran pencernaan
usus
Absorbsi tidak adekuat
Gg. Pola eliminasi diare

7. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
1. Urine
Volume biasanya kurang dari 400 ml/24 jam (fase oliguria). Warna urine kotor, sediment kecoklatan menunjukkan adanya darah, hemoglobin, mioglobin, porfirin.
2. Darah
Hemoglobin menurun karena adanya anemia. Hematokrit menurun. Natrium biasanya meningkat, tetapi dapat bervariasi. Kalium meningkat sehubungan dengan retensi seiring dengan perpindahan seluler (asidosis) atau pengeluaran jaringan (hemolisis sel darah merah). Klorida, fsfat dan magnesium meningkat. Albumin <>
2. Biosi ginjal dilakukan untuk memperkuat diagnosa.
8. Penatalaksanan
1. Diperlukan tirah baring selama masa edema parah yang menimbulkan keadaan tidak berdaya dan selama infeksi yang interkuten. Juga dianjurkan untuk mempertahankan tirah baring selama diuresis jika terdapat kehilangan berat badan yang cepat.
2. Diit. Pada beberapa unit masukan cairan dikurangi menjadi 900 sampai 1200 ml/ hari dan masukan natrium dibatasi menjadi 2 gram/ hari. Jika telah terjadi diuresis dan edema menghilang, pembatasan ini dapat dihilangkan. Usahakan masukan protein yang seimbang dalam usaha memperkecil keseimbangan negatif nitrogen yang persisten dan kehabisan jaringan yang timbul akibat kehilangan protein. Diit harus mengandung 2-3 gram protein/ kg berat badan/ hari. Anak yang mengalami anoreksia akan memerlukan bujukan untuk menjamin masukan yang adekuat.
3. Perawatan kulit. Edema masif merupakan masalah dalam perawatan kulit. Trauma terhadap kulit dengan pemakaian kantong urin yang sering, plester atau verban harus dikurangi sampai minimum. Kantong urin dan plester harus diangkat dengan lembut, menggunakan pelarut dan bukan dengan cara mengelupaskan. Daerah popok harus dijaga tetap bersih dan kering dan scrotum harus disokong dengan popok yang tidak menimbulkan kontriksi, hindarkan menggosok kulit.
4. Perawatan mata. Tidak jarang mata anak tertutup akibat edema kelopak mata dan untuk mencegah alis mata yang melekat, mereka harus diswab dengan air hangat.
5. Kemoterapi:
• Prednisolon digunakan secra luas. Merupakan kortokisteroid yang mempunyai efek samping minimal. Dosis dikurangi setiap 10 hari hingga dosis pemeliharaan sebesar 5 mg diberikan dua kali sehari. Diuresis umumnya sering terjadi dengan cepat dan obat dihentikan setelah 6-10 minggu. Jika obat dilanjutkan atau diperpanjang, efek samping dapat terjadi meliputi terhentinya pertumbuhan, osteoporosis, ulkus peptikum, diabeters mellitus, konvulsi dan hipertensi.
• Jika terjadi resisten steroid dapat diterapi dengan diuretika untuk mengangkat cairan berlebihan, misalnya obat-abatan spironolakton dan sitotoksik ( imunosupresif ). Pemilihan obat-obatan ini didasarkan pada dugaan imunologis dari keadaan penyakit. Ini termasuk obat-obatan seperti 6-merkaptopurin dan siklofosfamid.
1. Penatalaksanaan krisis hipovolemik. Anak akan mengeluh nyeri abdomen dan mungkin juga muntah dan pingsan. Terapinya dengan memberikan infus plasma intravena. Monitor nadi dan tekanan darah.
2. Pencegahan infeksi. Anak yang mengalami sindrom nefrotik cenderung mengalami infeksi dengan pneumokokus kendatipun infeksi virus juga merupakan hal yang menganggu pada anak dengan steroid dan siklofosfamid.
3. Perawatan spesifik meliputi: mempertahankan grafik cairan yang tepat, penimbnagan harian, pencatatan tekanan darah dan pencegahan dekubitus.
4. Dukungan bagi orang tua dan anak. Orang tua dan anak sering kali tergangu dengan penampilan anak. Pengertian akan perasan ini merupakan hal yang penting. Penyakit ini menimbulkan tegangan yang berta pada keluarga dengan masa remisi, eksaserbasi dan masuk rumah sakit secara periodik. Kondisi ini harus diterangkan pada orang tua sehingga mereka mereka dapat mengerti perjalanan penyakit ini. Keadaan depresi dan frustasi akan timbul pada mereka karena mengalami relaps yang memaksa perawatan di rumahn sakit.
II. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
 Lakukan pengkajian fisik, termasuk pengkajian luasnya edema.
 Kaji riwayat kesehatan, khususnya yang berhubungan dengan adanya peningkatan berat badan dan kegagalan fungsi ginjal.
 Observasi adanya manifestasi dari Sindrom nefrotik : Kenaikan berat badan, edema, bengkak pada wajah ( khususnya di sekitar mata yang timbul pada saat bangun pagi , berkurang di siang hari ), pembengkakan abdomen (asites), kesulitan nafas ( efusi pleura ), pucat pada kulit, mudah lelah, perubahan pada urin ( peningkatan volum, urin berbusa ).
 Pengkajian diagnostik meliputi meliputi analisa urin untuk protein, dan sel darah merah, analisa darah untuk serum protein ( total albumin/globulin ratio, kolesterol ) jumlah darah, serum sodium.
2. Prioritas Diagnosa Keperawatan
• Kelebihan volume cairan b. d. penurunan tekanan osmotic plasma. ( Wong, Donna L, 2004 : 550)
• Perubahan pola nafas b.d. penurunan ekspansi paru.(Doengoes, 2000: 177)
• Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. anoreksia. (Carpenito,1999: 204)
• Resti infeksi b.d. menurunnya imunitas, prosedur invasif (Carpenito, 1999:204).
• Intoleransi aktivitas b.d. kelelahan. (Wong, Donna L, 2004:550)
• Gangguan integritas kulit b.d. immobilitas.(Wong,Donna,2004:550)
• Gangguan body image b.d. perubahan penampilan. (Wong, Donna, 2004:553).
• Gangguan pola eliminasi:diare b.d. mal absorbsi.
3. Perencanaan Keperawatan
Kelebihan volume cairan b. d. penurunan tekanan osmotic plasma. ( Wong, Donna L, 2004 : 550)
Tujuan: tidak terjadi akumulasi cairan dan dapat mempertahankan keseimbangan intake dan output.
KH: menunjukkan keseimbangan dan haluaran, tidak terjadi peningkatan berat badan, tidak terjadi edema.
Intervensi:
• Pantau, ukur dan catat intake dan output cairan
• Observasi perubahan edema
• Batasi intake garam
• Ukur lingkar perut
• timbang berat badan setiap hari
Perubahan pola nafas b.d. penurunan ekspansi paru.(Doengoes, 2000: 177)
kolaborasi pemberian obat-obatan sesuai program dan monitor efeknya
Tujuan: Pola nafas adekuat
KH: frekuensi dan kedalaman nafas dalam batas normal
Intervensi:
1. auskultasi bidang paru
2. pantau adanya gangguan bunyi nafas
3. berikan posisi semi fowler
4. observasi tanda-tanda vital
5. kolaborasi pemberian obat diuretik

Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. anoreksia. (Carpenito,1999: 204)
Tujuan: kebutuhan nutrisi terpenuhi
KH: tidak terjadi mual dan muntah, menunjukkan masukan yang adekuat, mempertahankan berat badan
Intervensi:
1. tanyakan makanan kesukaan pasien
2. anjurkan keluarga untuk mrndampingi anak pada saat makan
3. pantau adanya mual dan muntah
4. bantu pasien untuk makan
5. berikan makanan sedikit tapi sering
6. berikan informasi pada keluarga tentang diet klien

Resti infeksi b.d. menurunnya imunitas, prosedur invasif. (Carpenito, 1999:204).
Tujuan: tidak terjadi infeksi
KH: tidak terdapat tanda-tanda infeksi, tanda-tanda vitl dalam batas normal, leukosit dalam batas normal.
Intervensi:
1. cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan
2. pantau adanya tanda-tanda infeksi
3. lakukan perawatan pada daerah yang dilakukan prosedur invasif
4. anjurkan keluarga untuk mrnjaga kebersihan pasien
5. kolaborasi pemberian antibiotik

Intoleransi aktivitas b.d. kelelahan. (Wong, Donna L, 2004:550)
Tujuan: pasien dapat mentolerir aktivitas dan mrnghemat energi
KH: menunjukkan kemampuan aktivitas sesuai dengan kemampuan, mendemonstrasikan peningkatan toleransi aktivitas
Intervensi:
1. pantau tingkat kemampuan pasien dalan beraktivitas
2. rencanakan dan sediakan aktivitas secara bertahap
3. anjurkan keluarga untuk membantu aktivitas pasien
4. berikan informasi pentingnya aktivitas bagi pasien

Gangguan integritas kulit b.d. immobilitas.(Wong,Donna,2004:550)
Tujuan: tidak terjadi kerusakan integritas kulit
KH: integritas kulit terpelihara, tidak terjadi kerusakan kulit
Intervensi:
1. inspeksi seluruh permukaan kulit dari kerusakan kulit dan iritasi
2. berikan bedak/ talk untuk melindungi kulit
3. ubah posisi tidur setiap 4 jam
4. gunakan alas yang lunak untuk mengurangi penekanan pada kulit.
7. Gangguan body image b.d. perubahan penampilan. (Wong, Donna, 2004:553).
Tujuan: tidak terjadi gangguan boby image
KH: menytakan penerimaan situasi diri, memasukkan perubahan konsep diri tanpa harga diri negatif
Intervensi:
1. gali perasaan dan perhatian anak terhadap penampilannya
2. dukung sosialisasi dengan orang-orang yang tidak terkena infeksi
3. berikan umpan balik posotif terhadap perasaan anak
8. Gangguan pola eliminasi:diare b.d. mal absorbsi.
Tujuan: tidak terjadi diare
KH: pola fungsi usus normal, mengeluarkan feses lunak
Intervensi:
1. observasi frekuensi, karakteristik dan warna feses
2. identifikasi makanan yang menyebabkan diare pada pasien
3. berikan makanan yang mudah diserap dan tinggi serap.

DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2003. Medical Surgical Nursing (Perawatan Medikal Bedah), alih bahasa: Monica Ester. Jakarta : EGC.
Carpenito, L. J.1999. Hand Book of Nursing (Buku Saku Diagnosa Keperawatan), alih bahasa: Monica Ester. Jakarta: EGC.
Doengoes, Marilyinn E, Mary Frances Moorhouse. 2000. Nursing Care Plan: Guidelines for Planning and Documenting Patient Care (Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien), alih bahasa: I Made Kariasa. Jakarta: EGC.
Donna L, Wong. 2004. Pedoman Klinis Keperawatan Anak, alih bahasa: Monica Ester. Jakarta: EGC.
Husein A Latas. 2002. Buku Ajar Nefrologi. Jakarta: EGC.
Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC.
Price A & Wilson L. 1995. Pathofisiology Clinical Concept of Disease Process (Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit), alih bahasa: Dr. Peter Anugrah. Jakarta: EGC.

Selasa, 28 Juli 2009

kelemahan Tehnik Simple Random Sampling

Pengertian
Simple Random Sampling adalah semua unsur dari populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai anggota sampel. Anggota sampel dipilih secara acak dengan cara :

* Pengundian menggunakan nomor anggota sebagai nomor undian
* Menggunakan tabel angka random (bilangan acak) berdasarkan nomor anggota

Syarat Penggunaan Metode Simple Random Sampling :

* Sifat populasi adalah homogen
* Keadaan anggota populasi tidak terlau tersebar secara geografis
* Harus ada kerangka sampling (sampling frame) yang jelas

Kebaikan : Prosedur penggunaannya sederhana

Kelemahan : Persyaratan penggunaan metode ini sulit dipenuhi

Kelemahan Tehnik Stratified Random Sampling

Stratified Random Sampling

* Populasi dikelompokkan menjadi sub-sub populasi berdasarkan kriteria tertentu yang dimiliki unsur populasi. Masing-masing sub populasi diusahakan homogen
* Dari masing-masing sub populasi selanjutnya diambil sebagian anggota secara acak dengan komposisi proporsional atau disproporsional
* Total anggota yang dipilih ditetapkan sebagai jumlah anggota sampel penelitian

Contoh : Dari 1000 populasi pemilih pada PEMILU akan diambil 100 orang (10%) sebagai sampel berdasarkan usia pemilih secara proporsional

Usia Pemilih Jumlah Proporsi Sampel Jumlah Sampel

17 - 26 th 100 10 % 10

27 - 36 th 200 10 % 20

37 - 47 th 400 10 % 40

> 47 th 300 10 % 30

1000 100



Syarat Penggunaan Metode Stratified Random Sampling
:

* Populasi mempunyai unsur heterogenitas
* Diperlukan kriteria yang jelas dalam membuat stratifikasi/lapisan sesuai dengan unsur heterogenitas yang dimiliki
* Harus diketahui dengan tepat komposisi jumlah anggota sampel yang akan dipilih (secara proporsional atau disproporsional)

Kebaikan : Semua ciri-ciri populasi yang heterogen dapat terwakili

Kelemahan : Memerlukan pengenalan terhadap populasi yang akan diteliti untuk menentukan ciri heterogenitas yang ada pada populasi

kelemahan Tehnik Cluster Sampling

* Populasi dikelompokkan menjadi sub-sub populasi secara bergrombol (cluster)
* Dari sub populasi selanjutnya dirinci lagi menjadi sub-populasi yang lebih kecil
* Anggota dari sub populasi terakhir dipilih secara acak sebagai sampel penelitian

Contoh : Akan dipilih sampel penelitian untuk meneliti rata-rata tingkat pendapatan buruh bangunan di Kodya Semarang

* Kodya Semarang di bagi menjadi 16 Kecamatan. Dari 16 Kecamatan dipilih 2 Kecamatan sebagai Populasi dari sampling I
* Dari 2 Kecamatan masing-2 dipilih 2 Kelurahan sebagai Populasi dari sampel II
* Dari 2 Kelurahan masing-2 dipilih 50 buruh bangunan sebagai sampel penelitian

Sehingga akan terpilih 100 buruh bangunan sebagai sampel penelitian. Sesuai jumlah tahapan pemilihannya, sampel dari Cluster sampling dapat dipilih melalui One Stage Cluster Sampling, Two Stage Cluster Sampling dst

kelemahan Tehnik Quota Sampling

Pengertian
Quota Sampling adalah metode memilih sampel yang mempunyai ciri-ciri tertentu dalam jumlah atau quota yang diinginkan

Contoh : Akan diteliti mengenai manfaat penggunaan internet pada peningkatan kualitas proses belajar mengajar pada mata kuliah tertentu. Peneliti menentukan quota untuk masing-masing sampel :

jumlah mahasiswa = 50 orang

jumlah dosen = 5 orang

jumlah mata kuliah = 3 mata kuliah

Sehingga diperoleh 150 mahasiswa dan 15 dosen sebagai sampel penelitian untuk 3 mata kuliah yang memanfaatkan internet dalam proses belajar mengajarnya

Kelebihan : Mudah dan cepat digunakan

Kelemahan : Penentuan sampel cenderung subyektif bagi peneliti

kelemahan Tehnik Snowball Sampling

Pengertian

Snowball Sampling adalah metode pengambilan sampel dengan secara berantai (multi level).

* Sampel awal ditetapkan dalam kelompok anggota kecil
* Masing-masing anggota diminta mencari anggota baru dalam jumlah tertentu
* Masing-masing anggota baru diminta mencari anggota baru lagi, dst.

Contoh : Akan diteliti mengenai pendapat mahasiswa terhadap pemberlakuan kurikulum baru di UMB. Sampel ditentukan sebesar 100 mahasiswa

Peneliti menentukan sampel awal 10 mahasiswa. Masing-masing mencari 1 orang mahasiswa lain untuk dimintai pendapatnya. Dan seterusnya hingga diperoleh sampel dalam jumlah 100 mahasiswa

Kelebihan : Mudah digunakan

Kelemahan : Membutuhkan waktu yang lama

Kelemahan Tehnik Saturation Sampling

Pengertian

Saturation Sampling adalah metode pengambilan sampel dengan mengikutsertakan semua anggota populasi sebagai sampel penelitian

Contoh : Akan diteliti mengenai pendapat mahasiswa terhadap pemberlakuan kurikulum baru di UMB. Peneliti menentukan sampel dengan menambil seluruh mahasiswa aktif di UMB sebagai sampel penelitian

Kelebihan : Memerlukan waktu untuk pengumpulan data sampel

Kelemahan : Tidak cocok untuk populasi dengan anggotanya yang besar (hanya cocok untuk kelompok populasi kecil)

Kelemahan Tehnik Accidental Sampling

Pengertian
Accidental Sampling adalah metode pengambilan sampel dengan memilih siapa yang kebetulan ada/dijumpai

Contoh : Akan diteliti mengenai minat ibu rumah tangga berbelanja di swalayan. Peneliti menentukan sampel dengan menjumpai ibu rumah tangga yang kebetulan berbelanja di suatu swalayan tertentu untuk dimintai pendapat/motivasinya

Kelebihan : Mudah dan cepat digunakan

Kelemahan : Jumlah sampel mungkin tidak representatif karena tergantung hanya pada anggota sampel yang ada pada saat itu

Minggu, 31 Mei 2009

ASUHAN KEPERAWATAN LUKA BAKAR

BAB I
TINJAUAN TEORI

A. DEFINISI
Luka bakar merupakan ruda paksa yang disebakan oleh tehnis. Kerusakan yang terjadi pada penderita tidak hanya mengenai kulit saja, tetapi juga organ lain. Penyebab ruda paksa tehnis ini berupa api, air, panas, listrik, bahkan kimia radiasi, dll.
Luka bakar adalah suatu keadaan dimana integritas kulit atau mukosa terputus akibat trauma api, air panas, uap metal, panas, zat kimia dan listrik atau radiasi.
Luka bakar adalah luka yang disebabkan kontak dengan suhu tinggi seperti api, air panas, bahkan kimia dan radiasi, juga sebab kontak dengan suhu rendah (frosh bite). (Mansjoer 2000 : 365)
Jenis – jenis luka bakar
1. Luka bakar listrik
Disebabkan oleh kontak dengan sumber tenaga bervoltage tinggi akibat arus listrik dapat terjadi karena arus listrik mengaliri tubuh karena adanya loncatan arus listrik atau karena ledakan tegangan tinggi antara lain akibat petir. Arus listrik menimbulkan gangguan karena rangsangsan terhadap saraf dan otot. Energi panas yang timbul akibat tahanan jaringan yang dilalui arus menyebabkan luka bakar pada jaringan tersebut. Energi panas dari loncatan arus listrik tegangan tinggi yang mengenai tubuh akan menimbulkan luka bakar yang dalam karena suhu bunga api listrik dapat mencapai 2500oC, arus bolak – balik menimbulkan rangsangan otot yang hebat berupa kejang – kejang.
Urutan tahanan jaringan dimulai dari yang paling rendah yaitu saraf, pembuluh darah, otot, kulit, tendo dan tulang. Pada jaringan yang tahanannya tinggi akan lebih banyak arus yang melewatinya, maka panas yang timbul akan lebih tinggi. Karena epidermisnya lebih tebal, telapak tangan dan kaki mempunyai tahanan listrik lebih tinggi sehingga luka bakar yang terjadi juga lebih berat bila daerah ini terkena arus listrik.
2. Luka bakar kimia
Luka bakar kimia dapat disebabkan oleh zat asam, zat basa dan zat produksi petroleum. Luka bakar alkali lebih berbahaya daripada oleh asam, karena penetrasinya lebih dalam sehingga kerusakan yang ditimbulkan lebih berat. Sedang asam umumnya berefek pada permukaan saja.
Zat kimia dapat bersifat oksidator sepert kaporit, kalium permanganate dan asam kromat. Bahan korosif seperti fenol dan fosfor putih juga larutan basa seperti kalium hidroksida dan natrium hidroksida menyebabkan denaturasi protein. Denaturasi akibat penggaraman dapat disebabkan oleh asam formiat, asetat, tanat, flourat, dan klorida. Asam sulfat merusak sel karena bersifat cepat menarik air. Beberapa bahan dapat menyebabkan keracunan sistemik. Asam florida dan oksalat dapat menyebabkan hipokalsemia. Asam tanat, kromat, pikrat dan fosfor dapat merusak hati dan ginjal kalau diabsorpsi tubuh. Lisol dapat menyebabkan methemoglobinemia.

B. ETIOLOGI
Luka bakar disebabkan oleh perpindahan energi dari sumber panas ketubuh. Panas tersebut mungkin dipindankan melalui konduksi atau radiasi elektromagnetik. Berbagai faktor dapat menjadi penyebab luka bakar. Beratnya luka bakar juga dipengaruhi oleh cara dan lamanya kontak dengan sumber panas (misal suhu benda yang membakar, jenis pakaian yang terbakar, sumber panas : api, air panas dan minyak panas), listrik, zat kimia, radiasi, kondisi ruangan saat terjadi kebakaran dan ruangan yang tertutup.
Faktor yang menjadi penyebab beratnya luka bakar antara lain :
1. Keluasan luka bakar
2. Kedalaman luka bakar
3. Umur pasien
4. Agen penyebab
5. Fraktur atau luka – luka lain yang menyertai
6. Penyakit yang dialami terdahulu seperti diabetes, jantung, ginjal, dll
7. Obesitas
8. Adanya trauma inhalasi


C. PATOFISIOLOGI
Akibat pertama luka bakar adalah syok karena kaget dan kesakitan. Pembuluh kapiler yang terpajan suhu tinggi rusak dan permeabilitas tinggi. Sel darah yang ada didalamnya ikut rusak sehingga dapat menjadi anemia. Mengingat permeabilitas menyebabkan udem dan menimbulkan bula dengan serta elektrolit. Hal itu menyebabkan berkurangnya volume cairan intravaskuler. Kerusakan kulit akibat luka bakar menyebakan kehilangan cairan tambahan karena penguapan yang berlebihan, cairan masuk kebula yang terbentuk pada luka bakar derajat III dan pengeluaran cairan dari keropeng luka bakar derajat III.
Akibat luka bakar, fungsi kulit yang hilang berakibat terjadi perubahan fisiologi. Diantaranya adalah
1. Hilang daya lindung terhadap infeksi
2. Cairan tubuh terbuang
3. Hilang kemampuan mengendalikan suhu
4. Kelenjat keringat dan uap
5. Banyak kehilangan reseptor sensori
Luka bakar mengakibatkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah sehingga air, natrium, klorida dan protein akan keluar dari sel dan menyebabkan terjadinya edema yang dapat berlanjut pada keadaan hipovolemia dan hemo konsentrasi. Donna (1991) menyatakan bahwa kehilangan cairan tubuh pada pasien luka bakar dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain :

1. Peningkatan mineralo kortikoid
a. Retensi air, natrium dan klorida
b. Ekskresi kalium
2. Peningkatan permeabilitas pembuluh darah ; keluarnya elektrolit dan protein dari pembuluh darah.
3. Perbedaan tekan osmotik intra dan ekstrasel.
Kehilangan volume cairan akan mempengaruhi nilai normal cairan dan elektolit tubuh yang selanjutnya akan terlihat dari hasil laboratorium.
Luka bakar akan mengakibatkan tidak hanya kerusakan kulit tetapi juga mempengaruhi sistem tubuh pasien. Seluruh sistem tubuh menunjukkan perubahan reaksi fisiologis sebagai respon kompensasi terhadap luka bakar, yang luas (mayor) tubuh tidak mampu lagi untuk mengkompensasi sehingga timbul berbagai macam komplikasi.
Burn shock (syok hipovolemik)
Burn shock atau shock luka bakar merupakan komplikasi yang sering dialami pasien dengan luka bakar luas karena hipovolemik yang tidak segera diatasi. Manifestasi sistemik tubuh terhadap kondisi ini (Burgess 1991) adalah berupa :
1. Respon kardiovaskuler
Perpindahan cairan dari intravaskuler ke ekstravaskuler melalui kebocoran kapiler yang mengakibatkan kehilangan Na, air dan protein plasma serta edema jaringan yang diikuti dengan penurunan curah jantung, hemokonsentrasi sel darah merah, penurunan perfusi pada organ mayor dan edema menyeluruh.
2. Respon renalis
Dengan menurunnya volume intravaskuler, maka aliran plasma ke ginjal dan GFR (laju filtrasi glomelular) mengakibatkan haluaran urine akan menurun. Jika resusitasi cairan untuk kebutuhan intravaskuler tidak adekuat atau terlambat diberikan, maka akan memungkinkan terjadinnya gagal ginjal akut. Dengan resusitasi cairan yang adekuat, maka cairan interstitial dapat ditarik kembali ke intravaskuler dan akan terjadi fase diuresis.
3. Respon gastro intestinal
Respon umum yang biasa terjadi pada pasien luka bakar >20% adalah penurunan aktifitas gastrointestinal. Hal ini disebabkan oleh kombinasi efek respon hipovolenik dan neurologik serta respon endokrin terhadap adanya perlukaan luas. Pemasangan NGT akan mencegah distensi abdomen, muntah dan potensi aspirasi. Dengan resusitasi yang adekuat, aktifitas gastrointestinal akan kembali normal pada 24 – 48 jam setelah luka bakar.
4. Respon imunologi
a. Respon barier mekanik
Kulit berfungsi sebagai mekanisme pertahanan diri yang penting dari organisme yang mungkin masuk. Terjadi gangguan integritas kulit akan memungkinkan mikroorganisme masuk kedalam tubuh.
b. Respon imun seluler
D. MANIFESTASI KLINIK
Derajat luka bakar
1. Derajat I
Tampak merah dan agak menonjol dari kulit normal disekitarnya, kulit kering, sangat nyeri dan sering disertai sensasi “menyengat”. Jaringan yang rusak hanya epidermis, lama sembuh ± 5 hari dan hasil kulit kembali normal.
2. Derajat II
a) Derajat IIa
Jaringan yang rusak sebagian epidermis, dimana folikel rambut dan kelenjar keringat utuh disertai rasa nyeri dan warna lesi merah atau kuning, lepuh, luka basah, lama sembuh ± 7 – 14 hari dan hasil kulit kembali normal atau pucat.
b) Derajat IIb
Jaringan yang rusak sampai epidermis, dimana hanya kelenjar keringat saja yang utuh. Tanda klinis sama dengan derajat Iia, lama sembuh ±14-21 hari. Hasil kulit pucat, mengkilap, kadang ada cikatrix atau hipertrofi.
3. Derajat III
Jaringan yang rusak seluruh epidermis dan dermis. Kulit tampak pucat, abu – abu gelap atau hitam, tampak retak – retak atau kulit tampak terkelupas, avaskuler, sering dengan bayangan trombosis vena, tidak disertai rasa nyeri. Lama sembuh >21hari dan hasil kulitnya menjadi cikatrik dan hipertropi.

E. PENATALAKSANAAN
1. Penanganan keperawatan
a. Penanganan awal ditempat kejadian
Tindakan yang dilakukan terhadap luka bakar :
1) Jauhkan korban dari sumber panas, jika penyebabnya api, jangan biarkan korban berlari, anjurkan korban untuk berguling – guling atau bungkus tubuh korban dengan kain basah dan pindahkan segera korban ke ruangan yang cukup berventilasi jika kejadian luka bakar berada diruangan tertutup.
2) Buka pakaian dan perhiasan yang dikenakan korban
3) Kaji kelancaran jalan nafas korban, beri bantuan pernafasan korbam dan oksigen bila diperlukan
4) Beri pendinginan dengan merendam korban dalam air bersih yang bersuhu 200C selama 15 – 20 menit segera setelah terjadinya luka bakar
5) Jika penyebab luka bakar adalah zat kimia, siram korban dengan air sebanyak – banyaknya untuk menghilangkan zat kimia dari tubuhnya
6) Kaji kesadaran, keadaan umum, luas dan kedalaman luka bakar serta cedera lain yang menyertai luka bakar
7) Segera bawa korban ke rumah sakit untuk penanganan lebih lanjut



b. Penanganan luka bakar di unit gawat darurat
Tindakan yang harus dilakukan terhadap pasien pada 24 jam pettama yaitu :
1) Penilaian keadaan umum pasien. Perhatikan A : Airway (jalan nafas), B : Breathing (pernafasan), C : Circulation (sirkulasi)
2) Penilaian luas dan kedalaman luka bakar
3) Kaji adanya kesulitan menelan atau bicara dan edema saluran pernafasan
4) Kaji adanya faktor – faktor lain yang memperberat luka bakar seperti adanya fraktur, riwayat penyakit sebelumnya (seperti diabetes, hipertensi, gagal ginjal, dll)
5) Pasang infus (IV line), jika luka bakar >20% derajat II / III biasanya dipasang CVP (kolaborasi dengan dokter)
6) Pasang kateter urin
7) Pasang NGT jika diperlukan
8) Beri terapi oksigen sesuai kebutuhan
9) Berikan suntikan ATS / toxoid
10) Perawatan luka :
• Cuci luka dengan cairan savlon 1% (savlon : NaCl = 1 : 100)
• Biarkan lepuh utuh (jangan dipecah kecuali terdapat pada sendi yang mengganggu pergerakan
• Selimuti pasien dengan selimut steril
11) Pemberian obat – obatan (kolaborasi dokter)
• Antasida H2 antagonis
• Roborantia (vitamin C dan A)
• Analgetik
• antibiotik
12) Mobilisasi secara dini
13) Pengaturan posisi
Keterangan :
• Pada 8 jam I diberikan ½ dari kebutuhan cairan
• Pada 8 jam II diberikan ¼ dari kebutuhan cairan
• Pada 8 jam III diberikan sisanya
c. Penanganan luka bakar di unit perawatan intensif
Hal yang perlu diperhatikan selama pasien dirawat di unit ini meliputi :
1) Pantau keadaan pasien dan setting ventilator. Kaji apakah pasien mengadakan perlawanan terhadap ventilator
2) Observasi tanda – tanda vital; tekanan darah, nadi, pernafasan, setiap jam dan suhu setiap 4 jam
3) Pantau nilai CVP
4) Amati neurologis pasien (GCS)
5) Pantau status hemodinamik
6) Pantau haluaran urin (minimal 1ml/kg BB/jam)
7) Auskultasi suara paru setiap pertukaran jaga
8) Cek asalisa gas darah setipa hari atau bila diperlukan
9) Pantau status oksigen
10) Penghisapan lendir (suction) minimal setiap 2jam dan jika perlu
11) Perawatan tiap 2jam (beri boraq gliserin)
12) Perawatan mata dengan memberi salep atau tetes mata setiap 2jam
13) Ganti posisi pasien setiap 3jam (perhatikan posisi yang benar bagi pasien)
14) Fisoterapi dada
15) Perawatan daerah invasif seperti daerah pemasangan CVP, kateter dan tube setiap hari
16) Ganti kateter dan NGT setiap minggu
17) Observasi letak tube (ETT) setiap shift
18) Observasi setiap aspirasi cairan lambung
19) Periksa laboratorium darah : elektrolit, ureum/kreatinin, AGD, proteim (albumin), dan gula darah (kolaborasi dokter)
20) Perawatan luka bakar sesuai protokol rumah sakit
21) Pemberian medikasi sesuai dengan petunjuk dokter



d. Perawatan luka bakar di unit perawatan luka bakar
Terdapat dua jenis perawatan luka selama dirawat di bangsal yaitu :
1) Perawatan terbuka
Yakni luka yang telah diberi obat topical dibiarkan terbuka tanpa balutan dan diberi pelindung cradle bed. Biasanya juga dilakukan untuk daerah yang sulit dibalut seperti wajah, perineum, dan lipat paha
Keuntungan :
• Waktu yang dibutuhkan lebih singkat
• Lebih praktis dan efisien
• Bila terjadi infeksi mudah terdeteksi
Kerugian :
• Pasien merasa kurang nyaman
• Dari segi etika kurang
2) Perawatan tertutup
Yakni penutupan luka dengan balutan kasa steril setelah dibeikan obat topical.
Keuntungan :
• Luka tidak langsung berhubungan dengan udara ruangan (mengurangi kontaminasi)
• Pasien merasa lebih nyaman

Kerugian :
• Balutan sering membatasi gerakan pasien
• Biaya perawatan bertambah
• Butuh waktu perawatan lebih lama
• Pasien merasa nyeri saat balutan dibuka

Urutan prosedur tindakan perawatan luka pada pasien luka bakar antara lain :
1) Cuci / bersihkan luka dengan cairan savlon 1% dan cukur rambut yang tumbuh pada daerah luka bakar sperti pada wajah, aksila, pubis, dll
2) Lakukan nekrotomi jaringan nekrosis
3) Lakukan escharotomy jika luka bakar melingkar (circumferential) dan eschar menekan pembuluh darah. Eskartomi dilakukan oleh dokter
4) Bullae (lepuh) dibiarkan utuh sampai hari ke 5 post luka bakar, kecuali jika di daerah sendi / pergerakan boleh dipecahkan dengan menggunakan spuit steril dan kemudian lakukan nekrotomi
5) Mandikan pasien tiap hari jika mungkin
6) Jika banyak pus, bersihkan dengan betadin sol 2%
7) Perhatikan ekspresi wajah dan keadaan umum pasien selama merawat luka
8) Bilas savlon 1% dengan menggunakan cairan NaCl 0,9%
9) Keringkan menggunakan kasa steril
10) Beri salep silver sulfadiazine (SSD) setebal 0,5cm pada seluruh daerah luka bakar (kecuali wajah hanya jika luka bakar dalam [derajat III] dan jika luka bakar pada wajah derajat I/II, beri salep antibiotika)
11) Tutup dengan kasa steril (perawatan tertutup atau biarkan terbuka (gunakan cradle bed)
e. Terapi psikiater
Mengingat pasien dengan luka bakar mengalami masalah psikis maka perawat perlu bekerja sama dengan psikiatri untuk membantu pasien mengatasi masalah psikisnya, namun bukan berarti menggantikan peran perawat dalam memberikan support dan empati, sehingga diharapkan pasien dapat dapat menerima keadaan dirinya dan dapat kembali kemasyarakat tanpa perasaan terisolasi.
Hal lain yang perlu diingat bahwa sering kali pasien mengalami luka bakar karena upaya bunuh diri atau mencelakakan dirinya sendiri dengan latar belakang gangguan mental atau depresi yang dialaminya sehingga perlu terapi lebih lanjut oleh psikiatris.
f. Terapi fisioterapis
Pasien luka bakar mengalami trauma bukan hanya secara fisik namun secara psikis juga. Pasien juga mengalami nyeri yang hebat sehingga pasien tidak berani untuk menggerakkan anggota tubuhnya terutama ynag mengalami luka bakar. Hal ini akan mengakibatkan berbagai komplikasi terhadap pasien diantaranya yaitu terjadi kontraktur dan defisit fungsi tubuh.
Untuk mencegah terjadinya kontraktur, deformitas dan kemunduran fungsi tubuh, perawat memerlukan kerjasama dengan anggota tim kesehatan lain yaitu fisioterapis. Pasien luka bakar akan mendapatkan latihan yang sesuai dengan kebutuhan fisiknya. Dengan pemberian latihan sedini mungkin dan pengaturan posisi yang sesuai dengan keadaan luka bakar, diharapkan terjadinya kecacatan dapat dicegah atau dinminimalkan. Rehabilitasi dini dapat dilakukan sejak pasien mengalami luka bakar. Hal yang dapat dilakukan oleh perawat adalah dengan memberi posisi.
g. Terapi nutrisi
Ahli gizi diharapkan dapat membantu pasien dalam pemenuhan nutrisi yang tidak hanya memenuhi kecukupan jumlah kalori, protein, lemak, dll tapi terutama juga dalam hal pemenuhan makanan dan cara penyajian yang menarik karena hal ini akan sangat mempengaruhi nafsu makan pasien. Dengan pemberian nutrisi yang kuat serta menu yang variatif, diharapkan pasien dapat mengalami proses penyembuhan luka secara optimal.
Ahli gizi bertugas memberikan penyuluhan tentang gizi pada pasien dan dengan dukungan perawat dan keluarga dalam memberikan motivasi untuk meningkatkan intake nutrisinya maka diharapkan kebutuhan nutrisi yang adekuat bagi pasien terpenuhi.

Penentuan kebutuhan energi pasien luka bakar menurut CURRERI :
Dewasa (18tahun) :
(25kcal x BB ideal) + (40kcal x % luka bakar)
Anak – anak :
(kalori basal menurut umur x BB ideal) + (40kcal x % luka bakar)
Berat badan yang digunakan adalah berat badan ideal yaitu :
Dewasa :
BB ideal (kg) = TB (cm) – 100 – 10% dari (TB – 100)
Anak – anak :
BB ideal (kg) = (umur dalam bulan : 2) + 4 atau
(umur dalam tahun x 2) = 8

Energi basal untuk bayi dan anak menurut umur
Umur
(tahun) Energi basal
Laki – laki (kcal) Perempuan (kcal)
0 – 1
1 – 3
4 – 6
6 – 9
10 – 14
14 – 18 55 – 60
50
45
40 – 45
25 – 25
20 – 25 55 – 60
50
45
30 – 40
20 – 55
20

Kecukupan protein untuk bayi dan anak menurut umur
Golongan umur (Tahun) Kecukupan protein (gr/kg BB)
0 – 1
1 – 3
4 – 6
6 – 10
10 – 18 2,5
2
1,8
1,5
1 – 1,5

Perhitungan kebutuhan protein untuk pasien luka bakar dengan rumus DAVIEZ dan LILIJEDAHL
Dewasa (18 tahun)
(1gr x kg BB ideal) + (3gr x % total luas luka bakar)
Anak – anak
(Kebutuhan protein menurut umur x kg BB ideal) + (3gr x % total luka
bakar)
Kebutuhan lemak bagi pasien luka bakar menurut GOODENOUGH dan WOLFE adalah sebesar 30% dari total energi.
Kebutuhan karbohidrat untuk pasien luka bakar menurut CURRERI adalah 60 – 70% dari total energi dengan keadaan atau lokasi luka bakar yang dialami.
2. Penanganan medis
Tindakan yang dilakukan dalam pelaksanaan pasien luka bakar antara lain terapi cairan dan terapi obat – obatan topical.
a. Pemberian cairan intravena
Tiga macam cairan diperlukan dalam kalkulasi kebutuhan pasien :
1) Koloid termasuk plasma dan plasma expander seperti dextran
2) Elektolit seperti NaCl, larutan ringer, larutan Hartman atau larutan tirode
3) Larutan non elektrolit seperti glukosa 5%

Sebelum infus diberikan, luas dan dalamnya luka bakar harus ditentukan secara teliti. Kemudian jumlah cairan infus yang akan diberikan dihitung. Ada beberapa cara untuk menghitung kebutuhan cairan ini.
Pemberian cairan ada beberapa formula :
1) Formula Baxter hanya memakai cairan RL dengan jumlah : % luas luka bakar x BB (kg) x 4cc diberikan ½ 8 jam I dan ½ nya 16 jam berikut untuk hari ke 2 tergantung keadaan.
2) Formula Evans
• Cairan yang diberikan adalah saline
• Elektrolit dosis : 1cc x BB kg x % luka bakar
• Koloid dosis : 1cc x Bb kg x % luka bakar
• Glukosa : - Dewasa : 2000cc
- Anak : 1000cc
3) Formula Brook
• Cairan yang diberikan adalah Ringer Laktat
• Elektrolit : 1,5cc x BB kg x % luka bakar
• Koloid : 0,5cc x Bb kg x % luka bakar
• Dektros : - Dewasa : 2000cc
- Anak : 1000cc
4) Formula farkland
• Cairan yang diberikan adalah Ringer Laktat
• Elektrolit : 4cc x BB kg x % luka bakar
b. Terapi obat – obatan topical
Ada berbagai jenis obat topical yang dapat digunakan pada pasien luka bakar antara lain :
1) Mafenamid Acetate (sulfamylon)
Indikasi : Luka dengan kuman pathogen gram positif dan negatif, terapi pilihan untuk luka bakar listrik dan pada telinga.
Keterangan : Berikan 1 – 2 kali per hari dengan sarung tangan steril, menimbulkan nyeri partial thickness burn selama 30 menit, jangan dibalut karena dapat merngurangi efektifitas dan menyebabkan macerasi.
2) Silver Nitrat
Indikasi : Efektif sebagai spectrum luas pada luka pathogen dan infeksi candida, digunakan pada pasien yang alergi sulfa atau tosix epidermal nekrolisis.
Keterangan : Berikan 0,5% balutan basah 2 – 3 kali per hari, yakinkan balutan tetap lembab dengan membasahi setiap 2 jam.
3) Silver Sulfadiazine
Indikasi : Spektrum luas untukmicrobial pathogen ; gunakan dengan hati – hati pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal atau hati.
Keterangan : Berikan 1 – 2 kali per hari dengan sarung steril, biarkan luka terbuka atau tertutup dengan kasa steril.
4) Povidone Iodine (Betadine)
Indikasi : Efektif terhadap kuman gram positif dan negatif, candida albican dan jamur.
Keterangan : Tersedia dalam bentuk solution, sabun dan salep, mudah digunakan dengan sarung tangan steril, mempunyai kecenderungan untuk menjadi kerak dan menimbulkan nyeri, iritasi, mengganggu pergerakan dan dapat menyebabkan asidosis metabolik.
Dengan pemberian obat – obatan topical secara tepat dan efektif, diharapkan dapat mengurangi terjadinya infeksi luka dan mencegah sepsis yang seringkali masih menjadi penyebab kematian pasien.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratoriyum darah yang meliputi :
1. Hb, Ht, trombosit
2. Protein total (albumin dan globulin)
3. Ureum dan kreatinin
4. Elektrolit
5. Gula darah
6. Analisa gas darah (jika perlu lakukan tiap 12 jam atau minimal tiap hari)
7. Karboksihaemoglobin
8. Tes fungsi hati / LFT

BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN

A. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan melalui rute abnormal
2. Resiko tinggi terhadap perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan atau interupsi aliran darah arterial atau vena
3. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tidak adekuat, kerusakan perlindungan kulit
4. Nyeri akut berhubungan dengan kerusakan kulit atau jaringan, pembentukan edema
B. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
1. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan melalui rute abnormal
Tujuan dan kriteria hasil :
Menunjukkan perbaikan dibuktikan oleh haluaran urin individu adekuat, tanda vital stabil dan membran mukosa lembab.
Intervensi :
a. Awasi tanda – tanda vital
Memberi pedoman untuk penggantian cairan dan mengkaji respon kardiovaskuler. Catatan pemngamtan infasif diindikasikan untuk pasien dengan luka bakar mayor inhalasi asap atau penyakit jantung sebelumnya meskipun terdapat hubungan peningkatan resiko infeksi, perlu berhati – hati dalam mengawasi dan merawat sisi inversi.
b. Awasi haluaran urin dan berat jenis. Observasi warna urin dan hemates sesuai indikasi
Secara umum, penggantian cairan harus dititrasi untuk menyakinkan rata – rata haluaran urin 30 – 50 ml/jam (pada orang dewasa). Urin dapat tampak merah sampai hitam, pada kerusakan otot massif sehubungan dengan adanya darah dan keluarnya mioglobin. Bila terjadi mioglobinuria menyolok, minimum haluran urin harus 75 – 100 ml/jam untuk mencegah kerusakan atau nekrosis tubulus.
c. Perkirakan drainase luka dan kehilangan yang tak tampak
Peningkatan permeabilitas kapiler, perpindahan protein, proses inflamsi dan kehilangan melalui evaporasi besar mempengaruhi volume sirkulasi dan haluaran urin, khususnya selama 24 – 72 jam pertama setelah terbakar.
d. Observasi distansi abdomen, hematemesis, feses hitam. Hemates drainase NG dan feses secara periodik
Stres (curling) ulkus terjadi pada setengah dari semua pasien yang luka bakar berat (dapat terjadi pada awal minggu pertama).

2. Resiko tinggi terhadap perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan atau interupsi aliran darah arterial atau vena
Tujuan dan kriteria hasil :
Mempertahankan nadi perifer teraba dengan kualitas atau kekuatan sama ; pengisian kapiler dan warna kulit normal pada area yang cedera.
Intervensi :
a. Kaji warna, sensasi, gerakan, nadi perifer (melalui dopler) dan pengisian kapiler pada ekstremitas luka bakar melingkar. Bandingkan dengan hasil pada tungkai yang tidak sakit.
Pembentukan edema dapat secara cepat menekan pembuluh darah, sehingga mempengaruhi sirkulasi dan peningkatan statis vena / edema. Perbedaan dengan tungkai yang tak sakit membantu membedakan masalah sistemik dengan lokal (contoh hipovolemia / penurunan curah jantung)
b. Tinggikan ekstremitas yang sakit dengan tepat. Lepaskan perhiasan / jam tangan. Hindari memplester sekitar ektremitas / jari yang terbakar.
Meningkatkan sirkulasi sistemik / aliran balik vena dan dapat menurunkan edema atau pengaruh gangguan lain yang mempengaruhi konstruksi jaringan edema. Peninggian yang lama dapat mengganggu perfusi atrial bila TD turun atau tekanan jaringan meningkat secara berlebihan.
c. Dorong latihan rentang gerak aktif pada bagian tubuh yang tak sakit.
Meningkatkan sirkulasi lokal dan sistemik.

3. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tidak adekuat, kerusakan perlindungan kulit
Tujuan dan kriteria hasil :
Mencapai penyembuhan luka tepat waktu, bebas eksudat purulen dan tidak demam.
Intervensi :
a. Tekankan pentingnya tehnik cuci tangan yang baik untuk semua individu yang datang kontak dengan pasien.
Mencegah kontaminasi silang, menurunkan resiko infeksi.
b. Gunakan skort, sarung tangan, masker dan tehnik aseptik ketat selama perawatan luka langsung dan berikan pakaian steril / baju juga linen / pakaian.
Mencegah terpajan pada organisme infeksius.
c. Ganti balutan dan bersihkan area terbakar dalam bak hidroterapi atau pancuran dengan kepala, pancuran dapat dipegang. Pertahankan suhu air pada 37,80C. Cuci area dengan agen pembersih ringan atau sabun bedah.
Air melembutkan dan membantu membuang balutan dan jaringan parut (lapisan kulit mati atau jaringan). Sumbernya bervariasi dari kamar mandi atau pancuran. Air mandi mempunyai keuntungan memberi dukungan untuk latihan ekstremitas tetapi dapat meningkatkan kontaminasi silang pada luka. Pancuran meningkatkan inspeksi luka dan mencegah kontaminasi dari debris yang mengapung.
d. Bersihkan jaringan nekrotik / yang lepas (termasuk pecahnya lepuh) dengan gunting dan forsep. Jangan gaggu lepuh yang utuh bila lebih kecil dari 2 – 3 cm, jangan pengaruhi fungsi sendi dan jangan pajankan luka yang terinfeksi.
Meningkatkan penyembuhan. Mencegah autokontaminasi. Lepuh yang kecil membantu melindungi kulit dan meningkatkan kecepatan repitelisasi kecuali luka bakar akibat dari kimia (dimana kasus cairan lepuh mengandung zat yang dapat menyebabkan kerusakan jaringan).

4. Nyeri akut berhubungan dengan kerusakan kulit atau jaringan, pembentukan edema
Tujuan dan kriteria hasil :
a. Melaporkan nyeri berkurang / terkontrol.
b. Menunjukkan ekspresi wajah / postur tubuh rileks.
c. Berpartisipasi dalam aktifitas dan tidur / istirahat dengan tepat.
Intervensi :
a. Kaji keluhan nyeri, perhatikan lokasi / karakter dan intesitas (skala 0 – 10).
Nyeri hampir selalu ada pada beberapa derajat beratnya keterlibatan jaringan / kerusakan tetapi biasanya paling berat selama penggantian balutan dan debridemen. Perubahan lokasi / karakter / intensitas dapat mengindikasikan terjadinya komplikasi (contoh iskemia tungkai) atau perbaikan / kembalinya fungsi saraf / sensasi.
b. Dorong ekspresi perasaan tentang nyeri
Pernyataan memungkinkan pengungkapan emosi dan dapat meningkatkan mekanisme koping.
c. Dorong penggunaan tehnik manajemen stres, contoh relaksasi progresif, nafas dalam, bimbingan imajinasi dan visualisasi.
Memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan relaksasi dan ras control yang dapat menurrunkan ketergantungan farmakologis.
d. Tingkatkan periode tidur tanpa gangguan.
Kekurangan tidur dapat meningkatkan persepsi nyeri / kemampuan koping menurun.