Sabtu, 29 November 2008

MODEL ADAPTASI “ROY” DALAM KEPERAWATAN KOMUNITAS

TEORI ADAPTASI CALLISTA ROY

Model konsep adaptasi pertama kali dikemukakan oleh Suster Callista Roy (1969). Konsep ini dikembangkan dari konsep individu dan proses adaptasi seperti diuraikan di bawah ini. Asumsi dasar model adaptasi Roy adalah :

1. Manusia adalah keseluruhan dari biopsikologi dan sosial yang terus-menerus berinteraksi dengan lingkungan.

2. Manusia menggunakan mekanisme pertahanan untuk mengatasi perubahan-perubahan biopsikososial.

3. Setiap orang memahami bagaimana individu mempunyai batas kemampuan untuk beradaptasi. Pada dasarnya manusia memberikan respon terhadap semua rangsangan baik positif maupun negatif.

4. Kemampuan adaptasi manusia berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya, jika seseorang dapat menyesuaikan diri dengan perubahan maka ia mempunyai kemampuan untuk menghadapi rangsangan baik positif maupun negatif.

5. Sehat dan sakit merupakan adalah suatu hal yang tidak dapat dihindari dari kehidupan manusia.

Dalam asuhan keperawatan, menurut Roy (1984) sebagai penerima asuhan keperawatan adalah individu, keluarga, kelompok, masyarakat yang dipandang sebagai “Holistic adaptif system”dalam segala aspek yang merupakan satu kesatuan.

System adalah Suatu kesatuan yang di hubungkan karena fungsinya sebagai kesatuan untuk beberapa tujuan dan adanya saling ketergantungan dari setiap bagian-bagiannya. System terdiri dari proses input, autput, kontrol dan umpan balik ( Roy, 1991 ), dengan penjelasan sebagai berikut :

1. Input

Roy mengidentifikasi bahwa input sebagai stimulus, merupakan kesatuan informasi, bahan-bahan atau energi dari lingkungan yang dapat menimbulkan respon, dimana dibagi dalam tiga tingkatan yaitu stimulus fokal, kontekstual dan stimulus residual.

a. Stimulus fokal yaitu stimulus yang langsung berhadapan dengan seseorang, efeknya segera, misalnya infeksi .

b. Stimulus kontekstual yaitu semua stimulus lain yang dialami seseorang baik internal maupun eksternal yang mempengaruhi situasi dan dapat diobservasi, diukur dan secara subyektif dilaporkan. Rangsangan ini muncul secara bersamaan dimana dapat menimbulkan respon negatif pada stimulus fokal seperti anemia, isolasi sosial.

c. Stimulus residual yaitu ciri-ciri tambahan yang ada dan relevan dengan situasi yang ada tetapi sukar untuk diobservasi meliputi kepercayan, sikap, sifat individu berkembang sesuai pengalaman yang lalu, hal ini memberi proses belajar untuk toleransi. Misalnya pengalaman nyeri pada pinggang ada yang toleransi tetapi ada yang tidak.

2. Kontrol

Proses kontrol seseorang menurut Roy adalah bentuk mekanisme koping yang di gunakan. Mekanisme kontrol ini dibagi atas regulator dan kognator yang merupakan subsistem.

a) Subsistem regulator.

Subsistem regulator mempunyai komponen-komponen : input-proses dan output. Input stimulus berupa internal atau eksternal. Transmiter regulator sistem adalah kimia, neural atau endokrin. Refleks otonom adalah respon neural dan brain sistem dan spinal cord yang diteruskan sebagai perilaku output dari regulator sistem. Banyak proses fisiologis yang dapat dinilai sebagai perilaku regulator subsistem.

b) Subsistem kognator.

Stimulus untuk subsistem kognator dapat eksternal maupun internal. Perilaku output dari regulator subsistem dapat menjadi stimulus umpan balik untuk kognator subsistem. Kognator kontrol proses berhubungan dengan fungsi otak dalam memproses informasi, penilaian dan emosi. Persepsi atau proses informasi berhubungan dengan proses internal dalam memilih atensi, mencatat dan mengingat. Belajar berkorelasi dengan proses imitasi, reinforcement (penguatan) dan insight (pengertian yang mendalam). Penyelesaian masalah dan pengambilan keputusan adalah proses internal yang berhubungan dengan penilaian atau analisa. Emosi adalah proses pertahanan untuk mencari keringanan, mempergunakan penilaian dan kasih sayang.

3. Output.

Output dari suatu sistem adalah perilaku yang dapt di amati, diukur atau secara subyektif dapat dilaporkan baik berasal dari dalam maupun dari luar . Perilaku ini merupakan umpan balik untuk sistem. Roy mengkategorikan output sistem sebagai respon yang adaptif atau respon yang tidak mal-adaptif. Respon yang adaptif dapat meningkatkan integritas seseorang yang secara keseluruhan dapat terlihat bila seseorang tersebut mampu melaksanakan tujuan yang berkenaan dengan kelangsungan hidup, perkembangan, reproduksi dan keunggulan. Sedangkan respon yang mal adaptif perilaku yang tidak mendukung tujuan ini.

Roy telah menggunakan bentuk mekanisme koping untuk menjelaskan proses kontrol seseorang sebagai adaptif sistem. Beberapa mekanisme koping diwariskan atau diturunkan secara genetik (misal sel darah putih) sebagai sistem pertahanan terhadap bakteri yang menyerang tubuh. Mekanisme yang lain yang dapat dipelajari seperti penggunaan antiseptik untuk membersihkan luka. Roy memperkenalkan konsep ilmu Keperawatan yang unik yaitu mekanisme kontrol yang disebut Regulator dan Kognator dan mekanisme tersebut merupakan bagian sub sistem adaptasi.

Dalam memahami konsep model ini, Callista Roy mengemukakan konsep keperawatan dengan model adaptasi yang memiliki beberapa pandangan atau keyakinan serta nilai yang dimilikinya diantaranya:

1. Manusia sebagai makhluk biologi, psikologi dan social yang selalu berinteraksi dengan lingkungannya.

2. Untuk mencapai suatu homeostatis atau terintegrasi, seseorang harus beradaptasi sesuai dengan perubahan yang terjadi.

3. Terdapat tiga tingkatan adaptasi pada manusia yang dikemukakan oleh roy, diantaranya:

a. Focal stimulasi yaitu stimulus yang langsung beradaptasi dengan seseorang dan akan mempunyai pengaruh kuat terhadap seseorang individu.

b. Kontekstual stimulus, merupakan stimulus lain yang dialami seseorang, dan baik stimulus internal maupun eksternal, yang dapat mempengaruhi, kemudian dapat dilakukan observasi, diukur secara subjektif.

c. Residual stimulus, merupakan stimulus lain yang merupakan cirri tambahan yang ada atau sesuai dengan situasi dalam proses penyesuaian dengan lingkungan yang sukar dilakukan observasi.

4. System adaptasi memiliki empat mode adaptasi diantaranya:

- Pertama, fungsi fisiologis, komponen system adaptasi ini yang adaptasi fisiologis diantaranya oksigenasi, nutrisi, eliminasi, aktivitas dan istirahat, integritas kulit, indera, cairan dan elektrolit, fungsi neurologis dan fungsi endokrin.

- Kedua, konsep diri yang mempunyai pengertian bagaimana seseorang mengenal pola-pola interaksi social dalam berhubungan dengan orang lain.

- Ketiga, fungsi peran merupakan proses penyesuaian yang berhubungan dengan bagaimana peran seseorang dalam mengenal pola-pola interaksi social dalam berhubungan dengan orang lain

- Keempat, interdependent merupakan kemampuan seseorang mengenal pola-pola tentang kasih sayang, cinta yang dilakukan melalui hubungan secara interpersonal pada tingkat individu maupun kelompok.

5. Dalam proses penyesuaian diri individu harus meningkatkan energi agar mampu melaksanakan tujuan untuk kelangsungan kehidupan, perkembangan, reproduksi dan keunggulan sehingga proses ini memiliki tujuan meningkatkan respon adaptasi.

Teori adaptasi suster Callista Roy memeandang klien sebagai suatu system adaptasi. Sesuai dengan model Roy, tujuan dari keperawatan adalah membantu seseorang untuk beradaptasi terhadap perubahan kebutuhan fisiologis, konsep diri, fungsi peran, dan hubungan interdependensi selama sehat dan sakit (Marriner-Tomery,1994). Kebutuhan asuhan keperawatan muncul ketika klien tidak dapat beradaptasi terhadap kebutuhan lingkungan internal dan eksternal. Seluruh individu harus beradaptasi terhadap kebutuhan berikut:

1. Pemenuhan kebutuhan fisiologis dasar

2. Pengembangan konsep diri positif

3. Penampilan peran social

4. Pencapaian keseimbangan antara kemandirian dan ketergantungan

Perawat menetukan kebutuhan di atas menyebabkan timbulnya masalah bagi klien dan mengkaji bagaimana klien beradaptasi terhadap hal tersebut. Kemudian asuhan keperawatan diberikan dengan tujuan untuk membantu klien beradaptasi.

Menurut Roy terdapat empat objek utama dalam ilmu keperawatan, yaitu :

1). Manusia (individu yang mendapatkan asuhan keperawatan)

Roy menyatakan bahwa penerima jasa asuhan keperawatan individu, keluarga, kelompok, komunitas atau social. Masing-masing dilakukan oleh perawat sebagai system adaptasi yang holistic dan terbuka. System terbuka tersebut berdampak terhadap perubahan yang konstan terhadap informasi, kejadian, energi antara system dan lingkungan. Interaksi yang konstan antara individu dan lingkungan dicirikan oleh perubahan internal dan eksternal. Dengan perubahan tersebut individu harus mempertahankan intergritas dirinya, dimana setiap individu secara kontunyu beradaptasi.

Roy mengemukakan bahwa manusia sebagai sebuah sistem adaptif. Sebagai sistem adaptif, manusia dapat digambarkan secara holistik sebagai satu kesatuan yang mempunyai input, kontrol, out put dan proses umpan balik. Proses kontrol adalah mekanisme koping yang dimanifestasikan dengan cara- cara adaptasi. Lebih spesifik manusia didefenisikan sebagai sebuah sistem adaptif dengan aktivitas kognator dan regulator untuk mempertahankan adaptasi dalam empat cara-cara adaptasi yaitu : fungsi fisiologis, konsep diri, fungsi peran dan interdependensi. Dalam model adaptasi keperawatan, manusia dijelaskan sebagai suatu sistem yang hidup, terbuka dan adaptif yang dapat mengalami kekuatan dan zat dengan perubahan lingkungan. Sebagai sistem adaptif manusia dapat digambarkan dalam istilah karakteristik sistem, jadi manusia dilihat sebagai satu-kesatuan yang saling berhubungan antara unit fungsional secara keseluruhan atau beberapa unit fungsional untuk beberapa tujuan. Input pada manusia sebagai suatu sistem adaptasi adalah dengan menerima masukan dari lingkungan luar dan lingkungan dalam diri individu itu sendiri. Input atau stimulus termasuk variabel standar yang berlawanan yang umpan baliknya dapat dibandingkan. Variabel standar ini adalah stimulus internal yang mempunyai tingkat adaptasi dan mewakili dari rentang stimulus manusia yang dapat ditoleransi dengan usaha-usaha yang biasa dilakukan. Proses kontrol manusia sebagai suatu sistem adaptasi adalah mekanisme koping. Dua mekanisme koping yang telah diidentifikasi yaitu : subsistem regulator dan subsistem kognator. Regulator dan kognator digambarkan sebagai aksi dalam hubungannya terhadap empat efektor atau cara-cara adaptasi yaitu : fungsi fisiologis, konsep diri, fungsi peran dan interdependen.

Empat fungsi mode yang dikembangkan oleh Roy terdiri dari:

a). Fisiologis.

(1). Oksigenasi: menggambarkan pola penggunaan oksigen berhubungan dengan respirasi dan sirkulasi.

(2). Nutrisi: menggambarkan pola penggunaan nutrient untuk memperbaiki kondisi tubuh dan perkembangan.

(3). Eliminasi: menggambarkan pola eliminasi.

(4). Aktivitas dan istirahat: menggambarkan pola aktivitas, latihan, istirahat dan tidur.

(5). Integritas kulit: menggambarkan pola fungsi fisiologis kulit.

(6). Rasa/senses: menggambarkan fungsi sensori perceptual berhubungan dengan panca indera

(7). Cairan dan elektrolit: menggambarkan pola fisiologis penggunaan cairan dan elektrolit

(8). Fungsi neurologist: menggambarkan pola control neurologist, pengaturan dan intelektual

(9). Fungsi endokrin: menggambarkan pola control dan pengaturan termasuk respon stress dan system reproduksi

b). Konsep Diri (Psikis)

Model konsep ini mengidentifikasi pola nilai, kepercayaan dan emosi yang berhubungan dengan ide diri sendiri. Perhatian ditujukan pada kenyataan keadaan diri sendiri tentang fisik, individual, dan moral-etik

c). Fungsi Peran (Sosial)

Fungsi peran mengidentifikasi tentang pola interaksi social seseorang berhubungan dengan orang lain akibat dari peran ganda.

d). Interdependent

Interdependen mengidentifikasi pola nilai-nilai manusia, kehangatan, cinta dan memiliki. Proses tersebut terjadi melalui hubungan interpersonal terhadap individu maupun kelompok.

2). Keperawatan;

Keperawatan adalah bentuk pelayanan professional berupa pemenuhan kebutuhan dasar dan diberikan kepada individu baik sehat maupun sakit yang mengalami gangguan fisik, psikis dan social agar dapat mencapai derajat kesehatan yang optimal.

Roy mendefinisikan bahwa tujuan keperawatan adalah meningkatkan respon adaptasi berhubungan dengan empat mode respon adaptasi. Perubahan internal dan eksternal dan stimulus input tergantung dari kondisi koping individu. Kondisi koping seseorang atau keadaan koping seseorang merupakan tingkat adaptasi seseorang. Tingkat adaptasi seseorang akan ditentukan oleh stimulus fokal, kontekstual, dan residual. Fokal adalah suatu respon yang diberikan secara langsung terhadap ancaman/input yang masuk. Penggunaan fokal pada umumnya tergantung tingkat perubahan yang berdampak terhadap seseorang. Stimulus kontekstual adalah semua stimulus lain seseorang baik internal maupun eksternal yang mempengaruhi situasi dan dapat diobservasi, diukur, dan secara subjektif disampaikan oleh individu. Stimulus residual adalah karakteristik/riwayat dari seseorang yang ada dan timbul releva dengan situasi yang dihadapi tetapi sulit diukur secara objektif.

3). Konsep sehat;

Roy mendefinisikan sehat sebagai suatu continuum dari meninggal sampai tingkatan tertinggi sehat. Dia menekankan bahwa sehat merupakan suatu keadaan dan proses dalam upaya dan menjadikan dirinya secara terintegrasisecara keseluruhan, fisik, mental dan social. Integritas adaptasi individu dimanifestasikan oleh kemampuan individu untuk memenuhi tujuan mempertahankan pertumbuhan dan reproduksi.

Sakit adalah suatu kondisi ketidakmampuan individu untuk beradapatasi terhadap rangsangan yang berasal dari dalam dan luar individu. Kondisi sehat dan sakit sangat individual dipersepsikan oleh individu. Kemampuan seseorang dalam beradaptasi (koping) tergantung dari latar belakang individu tersebut dalam mengartikan dan mempersepsikan sehat-sakit, misalnya tingkat pendidikan, pekerjaan, usia, budaya dan lain-lain.

4). Konsep lingkungan;

Roy mendefinisikan lingkungan sebagai semua kondisi yang berasal dari internal dan eksternal,yang mempengaruhi dan berakibat terhadap perkembangan dari perilaku seseorang dan kelompok. Lingkunan eksternal dapat berupa fisik, kimiawi, ataupun psikologis yang diterima individu dan dipersepsikan sebagai suatu ancaman. Sedangkan lingkungan internal adalah keadaan proses mental dalam tubuh individu (berupa pengalaman, kemampuan emosioanal, kepribadian) dan proses stressor biologis (sel maupun molekul) yang berasal dari dalam tubuh individu.manifestasi yang tampak akan tercermin dari perilaku individu sebagai suatu respons. Dengan pemahaman yang baik tentang lingkungan akan membantu perawat dalam meningkatkan adaptasi dalam merubah dan mengurangi resiko akibat dari lingkungan sekitar.

APLIKASI MODEL ADAPTASI “ROY” DALAM KEPERAWATAN

Model adaptasi Roy memberikan petunjuk untuk perawat dalam mengembangkan proses keperawatan. Elemen dalam proses keperawatan menurut Roy meliputi pengkajian tahap pertama dan kedua, diagnosa, tujuan, intervensi, dan evaluasi, langkah-langkah tersebut sama dengan proses keperawatan secara umum.

a). Pengkajian

Roy merekomendasikan pengkajian dibagi menjadi dua bagian, yaitu pengkajian tahap I dan pengkajian tahap II.

Pengkajian pertama meliputi pengumpulan data tentang perilaku klien sebagai suatu system adaptif berhubungan dengan masing-masing mode adaptasi: fisiologis, konsep diri, fungsi peran dan ketergantungan. Oleh karena itu pengkajian pertama diartikan sebagai pengkajian perilaku,yaitu pengkajian klien terhadap masing-masing mode adaptasi secara sistematik dan holistik

Setelah pengkajian pertama, perawat menganalisa pola perubahan perilaku klien tentang ketidakefektifan respon atau respon adaptif yang memerlukan dukungan perawat. Jika ditemukan ketidakefektifan respon (mal-adaptif), perawat melaksanakan pengkajian tahap kedua. Pada tahap ini, perawat mengumpulkan data tentang stimulus fokal, kontekstual dan residual yang berdampak terhadap klien. Menurut Martinez, factor yang mempengaruhi respon adaptif meliputi: genetic; jenis kelamin, tahap perkembangan, obat-obatan, alcohol, merokok, konsep diri, fungsi peran, ketergantungan, pola interaksi social; mekanisme koping dan gaya, strea fisik dan emosi; budaya;dan lingkungan fisik

b). Perumusan diagnosa keperawatan

Roy mendefinisikan 3 metode untuk menyusun diagnosa keperawatan:

(1). Menggunakan tipologi diagnosa yang dikembangkan oleh Roy dan berhubungan dengan 4 mode adaptif . dalam mengaplikasikan diagnosa ini, diagnosa pada kasus Tn. Smith adalah “hypoxia”.

(2). Menggunakan diagnosa dengan pernyataan/mengobservasi dari perilaku yang tampak dan berpengaruh tehadap stimulusnya. Dengan menggunakan metode diagnosa ini maka diagnosanya adalah “nyeri dada disebabkan oleh kekurangan oksigen pada otot jantung berhubungan dengan cuaca lingkungan yang panas”

(3). Menyimpulkan perilaku dari satu atau lebih adaptif mode berhubungan dengan stimulus yang sama, yaitu berhubungan Misalnya jika seorang petani mengalami nyeri dada, dimana ia bekerja di luar pada cuaca yang panas. Pada kasus ini, diagnosa yang sesuai adalah “kegagalan peran berhubungan dengan keterbatasan fisik (myocardial) untuk bekerja di cuaca yang panas”

c). Intervensi keperawatan

Intervensi keperawatan adalah suatu perencanaan dengan tujuan merubah ataumemanipulasi stimulus fokal, kontekstual, dan residual. Pelaksanaannya juga ditujukan kepada kemampuan klien dalam koping secara luas, supaya stimulus secara keseluruhan dapat terjadi pada klien, sehinga total stimuli berkurang dan kemampuan adaptasi meningkat.

Tujuan intervensi keperawatan adalah pencapaian kondisi yang optimal, dengan menggunakan koping yang konstruktif. Tujuan jangka panjang harus dapat menggambarkan penyelesaian masalah adaptif dan ketersediaan energi untuk memenuhi kebutuhan tersebut (mempertahankan, pertumbuhan, reproduksi). Tujuan jangka pendek mengidentifikasi harapan perilaku klien setelah manipulasi stimulus fokal, kontekstual dan residual.

d). Implementasi

Implementasi keperawatan direncanakan dengan tujuan merubah atau memanipulasi fokal, kontextual dan residual stimuli dan juga memperluas kemampuan koping seseorang pada zona adaptasi sehinga total stimuli berkurang dan kemampuan adaptasi meningkat.

e). Evaluasi

Penilaian terakhir dari proses keperawatan berdasarkan tujuan keperawatan yang ditetapkan. Penetapan keberhasilan suatu asuhan keperawatan didasarkan pada perubahan perilaku dari kriteria hasil yang ditetapkan, yaitu terjadinya adaptasi pada individu.

DAFTAR PUSTAKA

Hidayat, AA.2004.Pengantar Konsep Keperawatan.Jakarta:Salemba Medika

Nursalam.2003.Konsep dan Penerapan Metodelogi Penelitian Ilmu Keperawatan:

Pe doman Skripsi,Tesis dan Instrumen Penelitian Keperawatan/Nursalam.Jakarta: Salemba Medika

Ferry,Efendi.2007.Model Konsep Adaptasi Roy.http://www.blogspot.co.id. diperoleh tanggal 26 Oktober 2008

Abi, Muhlis.2007. Model Adaptasi Roy.http://www.blogspot.co.id. diperoleh tanggal 26 Oktober 2008

Anonim. 2007. Aplikasi Teori Adaptasi dalam Kasus.http://www.blogspot.com. diperoleh tanggal 26 Oktober 2008

TEORI PENUAAN


PENDAHULUAN

Dahulu para ilmuan telah membuat teori tentang penuaan seperti Aristoteles dan Hipocrates yang berisi tentang suatu penurunan suhu tubuh dan cairan secara umum. Sekarang dengan seiring jaman banyak orang yang melakukan penelitian dan penemuan dengan tujuan supaya ilmu itu dapat semakin jelas, komplek dan variatif. Ahli teori telah mendeskripsikan proses biopsikososial penuaan yang kompleks. Tidak ada teori yang menjelaskan teori penuaan secara utuh. Semua teori masih dalam berbagai tahap perkembangan dan mepunyai keterbatasan. Namum perawat dapat menggunakannnya untuk memahami fenomena yang mempengaruhi kesehatan dan kesejahteraan klien lansia.

Proses menjadi tua itu pasti akan dialami oleh setiap orang dan menjadi dewasa itu pilihan.penuaan bukan progresi yang sederhana, jadi tidak ada teori universal yang diterima yang dapat memprediksi dan menjelaskan kompleksitas lansia.

Penuaan dapat dilihat dari 3 perspektif yaitu :

1. Usia biologis

Berhubungan dengan kapasitas fungsi system organ

2. Usia psikologis

Berhubungan dengan kapasitas perilaku adaptasi

3. Usia social

Berhubungan dengan perubahan peran dan perilaku sesuai usia manusia.

Peran teori dalam memahami penuaan adalah sebagai landasan dan sudut pandang untuk melihat fakta, menjawab pertanyaan filosofi, dan dasar memberikan asuhan keperawatan pada pasien. Penuaan pada seseorang dipengaruhi oleh beberapa bagian seperti biologi, psikologi, social, fungsional dan spiritual.

TEORI BIOLOGI

Teori ini berfokus pada proses fisiologi dalam kehidupan seseorang dari lahir sampai meninggal. Perubahan pada tubuh dapat secara independen atau dapat dipengaruhi oleh faktor luar yang bersifat patologis. Teori biologi dapat dibagi menjadi 2 bagian yaitu :

1. Teori Stokastik/ Stochastic Theories

Bahwa penuaan merupakan suatu kejadian yang terjadi secara acak/ random dan akumulasi setiap waktu. Teori ini terdiri dari :

a) Error Theory

Teori kesalahan didasarkan pada gagasan di mana kesalahan dapat terjadi di dalam rekaman sintese DNA. kesalahan ini diabadikan dan secepatnya didorong kearah sistem yang tidak berfungsi di tingkatan yang optimal. Jika proses transkripsi dari DNA terganggu maka akan mempengaruhi suatu sel dan akan terjadi penuaan yang berakibat pada kematian.

b) Free Radical Theory/ teori radikal bebas

Teori ini menyatakan bahwa penuaan disebabkan akumulasi kerusakan ireversibel akibat senyawa pengoksidan. Radikal bebas adalah produk metabolisme selular yang merupakan bagian molekul yang sagat reaktif. Molekul ini mempunyai muatan ekstraselular kuat yang dapat menciptakan reaksi dengan protein, mengubah bentuk dan sifatnya ; molekul ini juga dapat bereaksi dengan lipid yang berada dalam membran sel, mempengaruhi permeabilitasnya, atau dapat berikatan dengan organel sel lainnya (Christiansen dan Grzybowsky, 1993).

Proses metabolisme oksigen diperkirakan menjadi sumber radikal bebas terbesar (Hayflick, 1987), secara spesifik, oksidasi lemak, protein dan karbohidrat dalam tubuh menyebabkan formasi radikal bebas. Polutan lingkungan merupakan sumber eksternal radikal bebas.

c) Cross-Linkage Theory

Teori ini seperti protein yang metabolisme tidak normal sehingga banyak produksi sampah didalam sel dan kinerja jaringan tidak dapat efektif dan efisien.

d) Wear and Tear Theory

Teori ini mengatakan bahwa manusia diibaratkan seperti mesin. Sehingga perlu adanya perawatan. Dan penuaan merupakan hasil dari penggunaan.

2. Teori Nonstokastik/ NonStochastic Theories

Proses penuaan disesuaikan menurut waktu tertentu

a) Programmed Theory

Pembelahan sel dibatasi oleh waktu, sehingga suatu saat tidak dapat regenerasi kembali.

b) Immunity Theory

Mutasi yang berulang atau perubahan protein pasca translasi, dapat menyebabkan berkurangnya kemampuan system imun tubuh mengenali dirinya sendiri. Mutasi somatic menyebabkan terjadinya kelainan pada antigen permukaan sel, maka hal ini dapat menyebabkan system imun tubuh mengalami perubahan, dan dapat dianggap sebagai sel asing. Hal inilah yang menjadi dasar terjadinya peristiwa autoimun. Dilain pihak, system imun tubuh sendiri daya pertahanannya mengalami penurunan pada proses penuaan dan daya serangnya terhadap sel kanker mengalami penurunan.

TEORI PSIKOLOGI (PSYCHOLOGIC THEORIES AGING)

Teori ini akan menjelaskan bagaimana seseorang berespon pada tugas perkembangannya. Pada dasarnya perkembangan seseorang akan terus berjalan meskipun orang tersebut telah menua.

  1. Teori Hierarki Kebutuhan Manusia Maslow (Maslow’s Hierarchy of Human Needs)

Dari hierarki Maslow kebutuhan dasar menusia dibagi dalam lima tingkatan dari mulai yang terendah kebutuhan fisiologi, rasa aman, kasih sayang, harga diri sampai pada yang paling tinggi yaitu aktualisasi diri. Seseorang akan memenuhi kebutuhan tersebut dari mulai tingkat yang paling rendah menuju ke tingkat yang paling tinggi.

Menurut Maslow semakin tua usia individu maka individu tersebut akan mulai berusaha mencapai aktualisasi dirinya. Jika individu telah mencapai aktualisasi diri maka individu tersebut telah mencapai kedewasaan dan kematangan dengan semua sifat yang ada di dalamnya; otonomi, kreatif, independent dan hubungan interpersonal yang positif.

  1. Teori Individualism Jung (Jung’s Theory of Individualism)

Menurut Carl Jung sifat dasar menusia terbagi menjadi dua yaitu ekstrovert dan introvert. Individu yang telah mencapai lansia dia akan cenderung introvert, dia lebih suka menyendiri seperti bernostalgia tentang masa lalunya.

Menua yang sukses adalah jika dia bisa menyeimbangkan antari sisi introvertnya dengan sisi ekstrovertnya namun lebih condong kearah introvert. Dia tidak hanya senang dengan dunianya sendiri tapi juga terkadang dia ekstrovert juga melihat orang lain dan bergantung pada mereka.

  1. Teori Delapan Tingkat Perkembangan Erikson (Erikson’s Eight Stages of Life)

Menurut Erikson tugas perkembangan terakhir yang harus dicapai individu adalah ego integrity vs disapear. Jika individu tersebut sukses mencapai tugas ini maka dia akan berkembang menjadi individu yang arif dan bijaksana (menerima dirinya apa adanya, merasa hidup penuh arti, menjadi lansia yang bertanggung jawab dan kehidupannya berhasil). Namun jika individu tersebut gagal mencapai tahap ini maka dia akan hidup penuh dengan keputusasaan (lansia takut mati, penyesalan diri, merasakan kegetiran dan merasa terlambat untuk memperbaiki diri).

  1. Optimalisasi Selektif dengan Kompensasi (Selective Optimization with Compensation)

Menurut teori ini, kompensasi terhadap penurunan tubuh ada 3 elemen yaitu:

a. Seleksi.

Adanya penurunan dari fungsi tubuh karena proses penuaan maka mau tidak mau harus ada peningkatan pembatasan terhadap aktivitas sehari-hari.

b. Optimalisasi.

Lansia tetap menoptimalkan kemampuan yang masih dia punya guna meningkatkan kehidupannya.

c. Kompensasi.

Aktivitas-aktivitas yang sudah tidak dapat dijalakan arena proses penuaan diganti dengan aktifitas-aktifitas lain yang mungkin bisa dilakukan dan bermanfaat bagi alnsia.

TEORI KULTURAL

Ahli antropologi menjelaskan bahwa tempat kelahiran seseorang berpengaruh pada budaya yang dianut oleh seseorang. Hal ini juga dipercaya bahwa kaum tua tidak dapat mengabaikan sosial budaya mereka. Jika hal ini benar maka status tua dalam perbedaan sosial dapat dijelaskan oleh sejarah kepercayaan dan tradisi.

Blakemore dan Boneham yang melakukan penelitian pada kelompok tua di Asia dan Afro – Caribbean menjelaskan bahwa kaum tua merupakan komunitas yang minoritas yang dapat menjamin keutuhan etnik, ras dan budaya.

Sedangkan Salmon menjelaskan tentang konsep “ Double Jeoparoly “ yang digunakan untuk karakteristik pada penuaan.

Penelitian umum pada kelompok Afrika – Amerika dan Mexican American yaitu jika budaya membantu umtuk menjelaskan karakteristik penuaan, maka hal ini merupakan tuntutan untuk dapat digunakan dalam pemeriksaan lebih lanjut.

Budaya adalah attitude, perasaan, nilai , dan kepercayaan yang terdapat pada suatu daerah atau yang dianut oleh sekelompok orang kaum tua , yang merupakan kelompok minoritas yang memiliki kekuatan atau pengaruh pada nilai budaya.Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa budaya yang dimiliki seseorang sejak lahir akan tetap dipertahankan sampai tua. Bahkan mempengaruhi orang – orang disekitaryauntuk mengikuti budaya tersebut sehingga tercipta kelestarian budaya.

TEORI SPIRITUAL

Pada dasarnya, ketika seseorang menjadi tua akan menjadi :

  1. Menjauhkan diri dari hawa nafsu duniawi
  2. Melaksanakan amanah agama yang dianut, dengan berdoa demi kententraman hidup pribadi dan orang lain
  3. Menuju penyempurnaan diri dan mengarah pada pencerahan atau pemenuhan diri untuk dapat mengarah pada kemanunggalan dengan Illahi

Melalui pengalaman hidup, setiap orang akan berupaya menjadi lebih arif dan akan mengembangkan dirinya ke labih yang berarti : melalui prestasi yang diraihnya di kala muda, seseorang akan berupaya meraih nilai-nilai luhur di hari tua – khususnya keserasian hidup dengan lingkungannnya.

Kegiatan-kegiatan yang bisa dilakukan oleh usia lanjut sebagai upaya dalam meniti dan meningkatkan taraf kehidupan spiritual yang baik antara lain :

  1. Mendalami kitab suci sesuai agama masing-masing supaya kekurangan dan kesalahan yang sudah dilakukan dapat diperbaiki
  2. Melakukan latihan meditasi
  3. Berdoa untuk menjalin hubungan yang lebih dalam dengan Tuhan YME, dengan berani dan terbuka mengakui kesalahan dan melakukan pertaubatan
  4. Kotemplasi, pelibatan diri dalam kondisi dan situasi yang sesuai dengan kitab suci dan diaplikasikan dalam kehidupan masa kini

Kegiatan-kegiatan di atas tersebut menyiapkan usia lanjut untuk kembali secara sempurna dan utuh ke pangkuan Illahi.

RANCANGAN PENYELIDIKAN KASUS CHIKUNGUNYA

A. Konsep Teori

1. Pengertian Chikungunya

Chikungunya adalah penyakit yang ditandai dengan demam mendadak, nyeri pada persendian, terutama sendi lutut, pergelangan, jari kaki dan tangan serta tulang belakang yang disertai ruam (kumpulan bintik-bintik kemerahan) pada kulit.

2. Penyebab Chikungunya

Virus penyebab adalah chikungunya kelompok alpha virus atau “group A” antropo bornes virus. Penyakit ini ditularkan melalui gigitan nyamuk aedes aegypti yang juga nyamuk penular demam berdarah dengue (DB). Masa inkubasi virus ini antara 1-2 hari pada umumnya 2-4 hari.

Cara penularan chikungunya terjadi apabila penderita yang sakit digigit oleh nyamuk penular, kemudian nyamuk penular tersebut menggigit orang lain. Penyakit ini biasanya tidak terjadi penularan dari orang ke orang.

3. Gejala Chikungunya

a. Demam timbul mendadak, disertai menggigil dan muka kemerahan, panas tinggi selama 2-4 hari, kemudian kembali normal.

b. Sakit persendian, sendi lutut, pergelangan kaki dan tangan serta tulang belakang.

c. Nyeri otot, pada seluruh otot atau pada bagian kepala dan daerah bahu, kadang bengkak pada otot sekitar mata kaki.

d. Bercak kemerahan, pada hari pertama demam, tetapi lebih sering pada hari ke 4-5 demam, lokasi biasanya di daerah muka, badan, tangan, dan kaki.

e. Sakit kepala.

f. Kejang dan penurunan kesadaran.

g. Pembesaran kelenjar getah bening.

B. Desain Penyelidikan Epidemiologi Chikungunya

Desain epidemiologi yang digunakan dalam penyelidikan kasus chikungunya adalah epidemiologi deskriptif.

Epidemiologi deskriptif adalah study yang ditunjukan untuk menentukan jumlah atau frekuensi dan distribusi penyakit di suatu daerah berdasarkan variabel orang, tempat, dan waktu.

Dalam penyelidikan kasus chikungunya yang menggunakan desain deskriptif, mencari frekuensi distributif/ distribusi penyakit berdasarkan variabel “ Orang “, “ Waktu, “ dan “ Tempat. “

a. Variabel Orang.

Variabel ini di gunakan untuk mengidentifikasi seseorang terdapat variabel yang tidak terhingga banyaknya, tetapi hendaknya di pilih variabel yang dapat digunakan sebagai indikator untuk menentukan ciri seseorang. Secara umum variabel penting yang akan dibahas adalah umumr, jenis kelamin, dan suku bangsa.

b. Variabel Waktu.

Variabel waktu merupakan faktor kedua yang harus di perhatikan saat melakukan analisis morbiditas dalam study epidemiologi, karena pencatatan dan laporan insidensi dan prevalensi penyakit, selalu di dasarkan pada waktu, apakah mingguan, bulanan, atau tahunan. Laporan morbiditas ini menjadi sangat penting artinya dalam epidemiologi karena di dasarkan pada kejadian yang nyata, dan bukan berdasarkan perkiraan atau estimasi. Mempelajari morbiditas, berdasarkan waktu juga penting untuk mengetahui hubungan antara waktu dan insidensi penyakit atau venomena lain.

c. Variabel Tempat.

Variabel tempat merupakan salah satu variabel penting dalam epidemiologi deskriptif, pengetahuan tentang tempat atau lokasi kejadian luar biasa atau lokasi penyakit-penyakit endemis sangat dibutuhkan ketika melakukan penelitian, dan mengetahui sebaran berbagai penyakit di suatu wilayah. Batas suatu wilayah dapat ditentukan berdasarkan :

1. Geografis, yang ditentukan berdasarkan alamiah, administratif atau fisik, institusi dan instansi.

2. Batas institusi, dapat berupa industri, sekolah, atau kantor, dan lainnya sesuai dengan timbulnya masalah kesehatan.

Contoh : KASUS

Seorang perawat sedang mengadakan penyelidikan tentang kasus chingkungunya yang sedang terjadi di daerah binaannya, dari hasil survey terdapat 6 orang yang memiliki gejala sama seperti chikungunya.

Data yang diperoleh sebagai berikut :

Orang

Waktu

Tempat

Tn. A , 40 thn, petani,

Jenis kelamin : laki-laki

Keluhan : - Demam

- Nyeri sendi pada pergelangan

- Timbul bercak

kemerahan.

Ny. S , 35 thn, ibu rumah tangga, jenis kelamin : perempuan.

Keluhan - Demam tinggi

- Muka kemerahan

- Menggigil.

An. B , 10 thn, pelajar

Jenis kelamin : laki-laki

Keluhan : - Demam tinggi

- Kejang

- Tidak bisa menggerakan pergelangan kaki.

Tn. D , 70 thn, petani

Jenis kelamin : laki-laki

Keluhan : - Nyeri pada tulang belakang

- Sakit kepala

- Nyeri otot

- Demam

Nn. N , 25 thn, Karyawati

Jenis kelamin : perempuan

Keluhan : - Demam

- Bercak kemerahan

pada muka

- Perdarahan gusi

Terjadi saat musim hujan dalam suatu waktu

Di sebelah rumah Tn. A, terdapat empang.

Lingkungan sekitar rumah tampak kotor, dan terdapat kolam yang sudah tidak terpakai.

Jarak rumah An. B ± 200 meter dari rumah Ny. S

Rumah Tn. D tidak jauh dari TPS, ± 200 meter.

Lingkungan sekitar tempat bekerja tidak terjaga kebersihannya.

C. Pengumpulan Data

  1. Sumber Data

Jenis data yang terkumpul adalah data primer karena data diperoleh dengan cara survey epidemiologi.

  1. Metode Pengumpulan Data

Metode yang digunakan dalam mengumpulkan data yaitu dengan dilakukannya survey, dengan cara ini data yang didapat, dapat disesuaikan dengan kebutuhan kita.

  1. Teknik Pengumpulan Data

Teknik yang digunakan adalah wawancara, wawancara merupakan proses interaksi atau komunikasi secara langsung antara pewawancara dengan responden.

DAFTAR PUSTAKA

Budiarto, Eko. 2002. Pengantar Epidemiologi. Jakarta : EGC